Monday, April 6, 2015

PERILAKU MODERN MANUSIA UPACARA BALI


Gereget jago kandang dalam mengawal manusia upacara sebagai manusia budaya, mau tak mau perilaku lokal harus dikondisikan. Perilaku lokal dalam pengertian respons terhadap beban budaya dengan mengontrol alat-alat produksi atas image klasik Bali yang romantis, yang dilembagakan dan yang bisa diukur. Oleh karenanya, artikel singkat ini hendaknya dapat dilihat sebagai usaha kearah itu.

baca di sini

79 comments:

  1. Nama : Luh Gede Siwi darmayanti
    Nim : 120111032
    Jurusan : Manajemen Reg. Pagi
    Orang Bali yang beragama Hindu memang tidak bisa lepas dari upacara dan upakara. Banyaknya batu yang dijadikan simbol perwujudan Beliau yang sangat dipercayai oleh umat Hindu turun temurun memang tidak bisa digantikan. Tradisi-tradisinya sangat beranekaragam bentuk dan pelaksanaannya yang sekiranya bisa menarik rasa penasaran orang luar untuk sekedar datang dan ikut menikmati keindahannya lewat jepretan kamera. Patutnya bangga dengan kondisi ini, semestinya dengan harta warisan yang kita miliki ini wajib hati kita tertuntun untuk mempunyai rasa yang tinggi agar tetap mempertahankannya, tetap menjaga keajegannya dan tetap menjaga keasliannya meskipun kita tidak bisa melepaskan diri dari globalisasi.
    Namun pada kenyataannya yang terjadi orang Bali memang kurang bisa mempertahankan keBaliannya. Entah tuntutan ekonomi ataupun rasa gengsi yang menyebabkan perubahan ini. Karena pada masa sekarang, orang lebih senang membeli banten dengan alasan kepraktisan, sehingga menyebabkan tumbuhnya jiwa pemalas dalam jiwa orang Bali itu sendiri. Jangan salahkan si penjual banten menjadikan hal ini sebagai ajang bisnis dengan meraup keuntungan sebesarnya, karena ini juga salah kita sendiri. Jika ada oknum yang mengagungkan uang, maka itu memang kitalah yang menciptakan ruang semacam itu. Alasannya simple, karena ingin cepat dan mudah. Kita mulai mengenyampingkan rasa kejujuran dalam diri yang tanpa kita sadari akan berdampak buruk bagi sekitar. Cara yang mudah dan sangat kampungan.

    ReplyDelete
  2. A.A.Ngr.Restu Gautama
    120111030

    Orang Bali kaya akan Pura, kaya akan Upacara, kaya akan Budaya yang menjadi produk unggulan di jaman modern sebagai tontonan dan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Sebuah identitas diri dan history yang kental dengan budaya turun-temurun telah menjadi value tersendiri yang sudah melekat di kalangan masyarakat lokal maupun dunia. Saya melihat bahwa di jaman modern ini merupakan ajang yang paling tepat untuk mengenal kembali Budaya kita sendiri sebagai suatu produk unggul yang secara tidak sengaja sudah dikenal oleh dunia, karena semakin modern suatu jaman maka akan semakin mahal pula suatu Budaya. Akan semakin banyak orang untuk berburu budaya yang kental terhadap nilai-nilai dan history. Yang sudah menjadi bukti sampai saat ini adalah Bali menjadi obyek wisata utama bagi tourist lokal maupun mancanegara.
    Berkaitan Dengan sekala-niskala, Orang Hindu Bali telah melakukan setiap kegiatan selalu berhubungan dan berdampingan dengan sekala-niskala itu sudah terjadi sejak dari dulu. Setiap kehidupan yang dijalani sudah berdampingan dengan sekala-niskala, itu dapat dilihat dari pertama lahir sampai mati kita tidak akan terlepas dengan yang namanya Upacara. Upacara ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara sekala dan niskala.
    Berkaitan dengan hubungan Upacara, Budaya, dan Ekonomi, disini sangat erat kaitannya sbagai bisnis yang sangat besar dan sudah dilakukan oleh orang Bali sendiri. Banyak uang yang berputar ketika orang Bali melaksanakan Upacara, seperti banyaknya bahan-bahan yang harus dibeli untuk keperluan upacara. Selain itu juga dalam pelaksanaan Upacara secara tidak sengaja akan menjadi daya tarik wisatawan sebagai tontonan yang mendatangkan income lebih besar dari biaya yang digunakan untuk upacara. Disini kita harus jeli dalam melihat sisi lain dari Upacara yang dilakukan orang Bali, secara tidak langsung orang Bali telah memajukan perekonomian dengan adanya Budaya yang dimiliki. Agar lebih ditekankan dalam penggunaan sarana untuk upacara diharapkan menggunakan produk lokal yang telah dimiliki.
    Sebagai generasi penerus kita harus lebih mengenal Budaya yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi dan masih bertahan sampai saat ini untuk terus melestarikannya agar kita tidak kehilangan sebuah identitas.

    ReplyDelete
  3. Nama Putu Dharmayanti
    12.01.1.1038
    manajemen.reg pagi
    Perspektif saya untuk artikel ini sedikit berbeda….Saya merasa belakangan Bali telah berubah. Wajah Bali masa kini tidak lagi secantik Bali tempoe doeloe.Bali yang dikenal merupakan pulau seribu pura sudah tak seindah penampilannya. Sementara bangunan-bangunan suci berdiri dengan megahnya, ritual keagamaan yang semakin marak, serta tingginya intensitas ceramah keagamaan, di sisi lain kafe remang-remang, prostitusi ilegal, dan tindakan kriminalitas lainnya juga semakin menjamur. Wajah Bali yang dahulu dilukis dengan religiusitas, keramah-tamahan masyarakat, dan pesona alaminya, kini mulai menampakkan sisi gelapnya seiring berjalannya waktu. Lebih celaka lagi, fenomena paradoks tersebut hadir dalam satu wilayah yang sama, yakni desa pakraman. Padahal, desa pakraman merupakan wadah berlangsungnya segala aktivitas adat, budaya, dan agama masyarakat Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu.
    Fenomena di atas menunjukkan manusia Bali dewasa ini sedang mengalami kegamangan dan kebingungan di tengah gelombang perubahan yang berlangsung begitu cepat dan rumit. Daya tahan kebudayaan pun makin rapuh di tengah kuatnya terjangan globalisasi dan modernisasi. Identitas Bali secara kultural menjadi makin kabur di tengah benturan kebudayaan global. Memang tak dapat dipungkiri bahwa globalisasi dan modernisasi telah mendominasi dunia sehingga tidak ada satu bangsa pun yang dapat menolaknya.
    Orang Hindu Bali telah melakukan setiap kegiatan selalu berhubungan dan berdampingan dengan sekala-niskala itu sudah terjadi sejak dari dulu. Setiap kehidupan yang dijalani sudah berdampingan dengan sekala-niskala, itu dapat dilihat dari pertama lahir sampai mati kita tidak akan terlepas dengan yang namanya Upacara. Upacara ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara sekala dan niskala.
    Berkaitan dengan hubungan Upacara, Budaya, dan Ekonomi, disini sangat erat kaitannya sbagai bisnis yang sangat besar dan sudah dilakukan oleh orang Bali sendiri. Banyak uang yang berputar ketika orang Bali melaksanakan Upacara, seperti banyaknya bahan-bahan yang harus dibeli untuk keperluan upacara. Selain itu juga dalam pelaksanaan Upacara secara tidak sengaja akan menjadi daya tarik wisatawan sebagai tontonan yang mendatangkan income lebih besar dari biaya yang digunakan untuk upacara. Disini kita harus jeli dalam melihat sisi lain dari Upacara yang dilakukan orang Bali, secara tidak langsung orang Bali telah memajukan perekonomian dengan adanya Budaya yang dimiliki. Agar lebih ditekankan dalam penggunaan sarana untuk upacara diharapkan menggunakan produk lokal yang telah dimiliki.
    Sebagai generasi penerus kita harus lebih mengenal Budaya yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi dan masih bertahan sampai saat ini untuk terus melestarikannya agar kita tidak kehilangan sebuah identitas.
    Sekian dari saya...trims
    Reply

    ReplyDelete
  4. putu dharmayanti
    12.01.1.1038
    manajemen reg pagi

    Perspektif saya untuk artikel ini sedikit berbeda….Saya merasa belakangan Bali telah berubah. Wajah Bali masa kini tidak lagi secantik Bali tempoe doeloe.Bali yang dikenal merupakan pulau seribu pura sudah tak seindah penampilannya. Sementara bangunan-bangunan suci berdiri dengan megahnya, ritual keagamaan yang semakin marak, serta tingginya intensitas ceramah keagamaan, di sisi lain kafe remang-remang, prostitusi ilegal, dan tindakan kriminalitas lainnya juga semakin menjamur. Wajah Bali yang dahulu dilukis dengan religiusitas, keramah-tamahan masyarakat, dan pesona alaminya, kini mulai menampakkan sisi gelapnya seiring berjalannya waktu. Lebih celaka lagi, fenomena paradoks tersebut hadir dalam satu wilayah yang sama, yakni desa pakraman. Padahal, desa pakraman merupakan wadah berlangsungnya segala aktivitas adat, budaya, dan agama masyarakat Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu.
    Fenomena di atas menunjukkan manusia Bali dewasa ini sedang mengalami kegamangan dan kebingungan di tengah gelombang perubahan yang berlangsung begitu cepat dan rumit. Daya tahan kebudayaan pun makin rapuh di tengah kuatnya terjangan globalisasi dan modernisasi. Identitas Bali secara kultural menjadi makin kabur di tengah benturan kebudayaan global. Memang tak dapat dipungkiri bahwa globalisasi dan modernisasi telah mendominasi dunia sehingga tidak ada satu bangsa pun yang dapat menolaknya.
    Orang Hindu Bali telah melakukan setiap kegiatan selalu berhubungan dan berdampingan dengan sekala-niskala itu sudah terjadi sejak dari dulu. Setiap kehidupan yang dijalani sudah berdampingan dengan sekala-niskala, itu dapat dilihat dari pertama lahir sampai mati kita tidak akan terlepas dengan yang namanya Upacara. Upacara ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara sekala dan niskala.
    Berkaitan dengan hubungan Upacara, Budaya, dan Ekonomi, disini sangat erat kaitannya sbagai bisnis yang sangat besar dan sudah dilakukan oleh orang Bali sendiri. Banyak uang yang berputar ketika orang Bali melaksanakan Upacara, seperti banyaknya bahan-bahan yang harus dibeli untuk keperluan upacara. Selain itu juga dalam pelaksanaan Upacara secara tidak sengaja akan menjadi daya tarik wisatawan sebagai tontonan yang mendatangkan income lebih besar dari biaya yang digunakan untuk upacara. Disini kita harus jeli dalam melihat sisi lain dari Upacara yang dilakukan orang Bali, secara tidak langsung orang Bali telah memajukan perekonomian dengan adanya Budaya yang dimiliki. Agar lebih ditekankan dalam penggunaan sarana untuk upacara diharapkan menggunakan produk lokal yang telah dimiliki.
    Sebagai generasi penerus kita harus lebih mengenal Budaya yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi dan masih bertahan sampai saat ini untuk terus melestarikannya agar kita tidak kehilangan sebuah identitas.
    sekian dan trimasih ,,,,,

    ReplyDelete
  5. KADEK WIDIARINI
    12.01.1.1.1009/EKSEKUTIF MANAJEMEN

    Sebagai orang bali, saya merasa setuju dengan artikel di atas, dimana orang bali yang modern telah tersentuh arus globalisasi dimana tidak menghilangkan kearifan lokal bali itu sendiri. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kehidupan orang bali ke depannya, namun dilihat dari pribadi orang bali itu sendiri, apakah bisa memanfaatkan arus globalisasi dengan baik atau malah sebaliknya. Jadi perlu kita memilah antara yang baik dan bermanfaat bagi budaya kita, dan yang buruk perlu kita buang saja. Dengan adanya pencampuran antara arus modern dan kearifan lokal bali, manfaat yang dirasakan oleh umat hindu di antaranya :
    - Semakin berkembangnya dan semakin banyaknya jumlah masyarakat, dalam melakukan upacara ngaben saat ini dipermudah dengan cara kremasi dimana tidak menghilangkan kesakralannya.
    - Dengan adanya handphone, televisi, internet dan lain-lain, kehidupan dan budayanya semakin dikenal di kalangan orang luar bali baik lokal maupun internasional, hal itu sangat mendukung kehidupan perekonomian di bali yang saat ini maju di bidang pariwisatanya
    Masih banyak manfaat yang diperoleh dengan mengikuti arus modern di dalam kehidupan orang bali. Namun yang terpenting adalah masyarakt bali sendiri mampu memilah mana yang baik dan maa yang buruk untuk kehidupannya.
    Yang perlu kita tahu juga, bahwa orang bali juga perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman saat sekarang ini agar mampu bersaing dengan dunia global.
    Itu saja komentar dari saya. Trimakasih

    ReplyDelete
  6. Nama : Kadek Eli Wahyuni
    Nim : 12.01.1.1034
    Jurusan : Mnajemen Reg. Pagi
    Semester : VI (enam)

    Perilaku Modern Manusia Upacara Bali
    Bali merupakan daerah yang tidak pernah lepas dari upacara agama khususnya untuk orang yang beragama hindu, adapun tujuan dari pelaksanaan upacara adalah untuk menunjukkan rasa bhakti dan kasihnya kepada Hyang Widhi Wasa sang pencipta alam semesta. Diera sekarang dalam melaksanakan upacara perilaku orang bali senantiasa mengalami perubahan dari yang klasik ke arah yang lebih modern.
    Hal tersebut terlihat dari segi alat-alat yang digunakan untuk melakukan upacara agama sebagian orang lebih memilih untuk membelinya dibandingkaan dengan membuatnya sendiri, alat-alat yang dibeli seperti kue, payasan, bahkan yang lebih parahnya lagi ada yang membeli banten jadi langsung, pembeli hanya menghaturkannya saja padahal membeli membutuhkan biaya yang lebih besar dari pada membuat sendiri.
    Dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat bali dari yang klasik ke modern membuat kehidupan masyarakat bali kedepannya menjadi jauh dari identitas diri sebagai seorang yang beragama hindu.

    ReplyDelete
  7. Nama : Fitriani
    Nim : 12.01.1.1037
    Jurusan : Mnajemen Reg. Pagi
    Semester : VI (enam)

    Bali terkenal dengan pulau seribu pura, keanekaragaman upacar atau upakaranya dan hanya bali satu-satunya yang melakukan upacara dalam satu tahun yaitu sebanyak seratus delapan kali upacara, di dalam ritual upacara orang bali menggunakan banten atau sesajen yang di sungguhkan ke sesuunan yang menjadi warisan budaya turun temurun bagi orang hindu di bali, dalam pembuatan banten era sekarang ini sudah tidak seperti bali hindu jaman dulu yang segla sesuatunya membuat sendiri dan di era moderen orang bali hindu lebih senang membeli segala sesuatu dalam keperluan pembuatan banten, dengan alasan mudah atau praktis dan tuntutan perkembangan jaman yang membuat orang bali hindu sibuk dengan kegiatan-kegiatannya atau karirnya sehingga lupa dengan jati diri sesungguhnya. Dalam menghadapi hal dan perubahan tersebut maka seharusnya orang Bali harus menemukan kembali identitas dirinya untuk membangun pijakan budaya yang kuat. Tuntutan penguatan budaya itu, bahkan kini semakin relevan di tengah guncangan globalisasi. Tanpa penguatan kebudayaan, orang Bali akan kehilangan kekuatan untuk mempertahankan jati dirinya dalam menghadapi penetrasi budaya global yang begitu ganas. Sementara itu, budaya tidaklah statis, tetapi dinamis dan terbuka untuk perubahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. Nilai-nilai yang baik dari luar dapat saja dan perlu diadopsi sesuai dengan sistem nilai budaya Bali.

    ReplyDelete
  8. Nama : Ni Luh Putu Risna Dewi
    NIM : 1201.1.1041
    Kelas : Reguler Pagi
    Jurusan : Manajemen (Semester 6)

    Bisa kita lihat bahwa Agama Hindu Dharma di Bali merupakan agama yang sangat terjalin dengan seni dan ritual, dan lebih tidak ketat diatur oleh kitab suci, hukum, dankeyakinan . Agama Hindu Bali tidak memiliki penekanantradisional agama Hindu pada siklus kelahiran kembali danreinkarnasi, melainkan berkaitan dengan banyak sekali "hyang", sukma leluhur.. Tempat bersembahyang atau kuil di agama Hindu Bali disebut Pura, dan tidak seperti mandir gayaHindustan yang menjulang tinggi dengan ruang interior, kuil Bali dirancang sebagai tempat bersembahyang di udara terbukadalam dinding tertutup, dihubungkan dengan serangkaian gerbang yang dihiasi secara rumit untuk mencapai bagian ruangterbukanya. Masing-masing kuil ini memiliki keanggotaan yang kurang lebih tetap; dimana setiap orang Bali adalah bagian darisebuah kuil berdasarkan keturunan, tempat tinggal, atau wahyumistis. Beberapa kuil juga terdapat dalam rumah keluarga (jugadisebut "banjar" di Bali), yang lain terletak di sawah, dan yang lain terletak di lokasi geografis yang terkenal (tebing pantai, gunung, dsb).
    Dan dapat dilihat dengan berjalannya seiring waktu yang maju dengan globalisasi yang saat ini tidak bisa di pungkiri bahwa keadaan sudah beda dengan keadaan yang dulu. Dulu pura di bali jarang di kunjungi oleh orang asing, tapi sekarangorang asing di jadikan sebagai daerah pariwisata (tempatnyaberfoto) padahal Pura itu merupakan tempat suci agama hindhu, apakah hal ini di sebabkan karena kemajuan teknologi apakahzaman yang sudah berbeda? Selain itu apakah budaya di Bali sudah agak memudar apakah mangkin karena zaman (keadaan) pada saat ini? Kita sebagai generasi muda, kita orang Bali, dankitalah yang menjaga budaya budaya bali. Dan melindungBali!!!!!!!!!!!
    Ritualisasi tindakan mengendalikan diri (atau ketiadaan) adalah corak penting dari ekspresi keagamaan di kalangan masyarakatHindu Bali, yang karena alasan ini telah menjadi terkenal karenaperilaku anggun dan sopan mereka. Misalnya salah satu upacara penting di sebuah kuil Hindu di desa memiliki penampilan spesial sendratari (seni drama-tari), pertempuran antara mitoskarakter Rangda sang penyihir (mewakili adharma, sepertiketiadaan keteraturan) dan Barong sang pelindung (umumnyaseperti singa, mewakili dharma), di mana para pemainmengalami kerasukan dan mencoba menusuk diri dengan senjatatajam (umumnya keris). Drama-tari ini umumnya tampak selesaitanpa akhir, tidak ada pihak yang menang, karena tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keseimbangan

    ReplyDelete
  9. Nama : Ni Ketut Sriyani
    Nim : 12.01.1.1.11012
    Semester : VI Eksekutif

    Menurut pendapat saya mengenai artikel diatas adalah memang benar bahwa masyarakat bali memang tidak bisa lepas dari hal upacara baik skala maupun niskala. Namun dizaman globalisasi ini, masyarakat bali dalam hal upacaranya lebih memodernkan budayanya sendiri. Misal saja, dari zamam ke zaman dalam upacaranya disertai dengan menyembah batu atau patung-patung yang berbentuk yang disimbolkan sebagai perwujudan dari Beliau. Namun dizaman globalisasi ini, maasyarakat bali tidak hanya mnyembah patung atau batu tersebut melainkan dijadikan sebagai bentuk dari kemunculan perekonomian yang baru. Tidak hanya itu, kemajuan globalisasi ini memang mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan bali itu sendiri seperti halnya dalam pelaksanaan upacaranya atau ritual-ritual lainnya yang pada masa perkembangannya sedikit mengalami perubahan. Dimana hal tersebut terjadi karena adanya percampuran antara budaya yang masuk dari luar bali dengan bali itu sendiri yang jauh lebih memungkinkan dan lebih simple dari sebelumnyya. Seperti halnya Upacara ngaben. Pada zaman sekarang ini pelaksanaan upacara ngaben tersebut sudah dipermudah dengan adanya kremasi. Namun Proses kremasi ini dilaksanakan sama halnya dengan upacara ngaben seperti biasanya tanpa mengurangi budaya ngaben itu sendiri dan kesakralan agama hindu tersebut. Yang membedakan hanya proses pembakarannya saja.
    sekian :)

    ReplyDelete
  10. Komang Marga
    Manajemen
    12.01.1.1096

    Agama Hindu dan kebudayaan Bali, merupakan kesatuan yang membentuk identitas manusia Bali. Namun demikian, gempuran budaya global yang serta merta berpengaruh pada perubahan orientasi masyarakat Bali menempatkan manusia Bali dalam kegamangan identitas. Oleh karena itu direkomendasikan beberapa alterrnatif untuk menggugah kembali kesadaran orang Bali terhadap identitas dirinya, sebagai berikut.
    (1) Wacana Ajeg Bali sebagai wacana yang populer belakangan ini, harus mendapatkan maknanya sebagai upaya penguatan identitas diri manusia Bali. Di samping itu, Ajeg Bali harus mendapatkan makna praktisnya sebagai strategi kebertahanan masyarakat lokal terhadap masuknya kebudayaan asing, baik yang disebabkan oleh kepariwisataan atau derasnya arus pendatang. Oleh karena itu diperlukan keberanian masyarakat Bali untuk menjaga parahyangan, pawongan, dan palemahan Bali dari serbuan investor dan pertumbuhan penduduk urban. Tentunya dengan cara-cara yang diplomatik dan jauh dari kesan kekerasan.
    (2) Dalam konteks keberagamaan, masuknya berbagai aliran keagamaan dari luar Bali perlu mendapatkan perhatian dari lembaga-lembaga berwenang dan juga pemerintah. Hal ini diperlukan agar kelompok-kelompok tersebut justru menghasilkan sesuatu yang kontraproduktif dalam masyarakat. Perlu ditegaskan kembali bahwa keberadaan desa pakraman di Bali telah cukup mapan sebagai wadah berlangsungnya aktivitas keagamaan Hindu Bali. Oleh karena itu, aktivitas keagamaan yang tidak dapat diterima oleh krama desa pakraman semestinya tidak diizinkan untuk memasuki wilayah desa pakraman.

    ReplyDelete
  11. NAMA : LUH PUTU EKA DEWI PARAMITHA
    NIM : 13.01.1.1.245

    Bisa kita lihat bahwa Agama Hindu Dharma di Bali merupakan agama yang sangat terjalin dengan seni dan ritual, dan lebih tidak ketat diatur oleh kitab suci, hukum, dankeyakinan . Agama Hindu Bali tidak memiliki penekanantradisional agama Hindu pada siklus kelahiran kembali danreinkarnasi, melainkan berkaitan dengan banyak sekali "hyang", sukma leluhur.. Tempat bersembahyang atau kuil di agama Hindu Bali disebut Pura, dan tidak seperti mandir gayaHindustan yang menjulang tinggi dengan ruang interior, kuil Bali dirancang sebagai tempat bersembahyang di udara terbukadalam dinding tertutup, dihubungkan dengan serangkaian gerbang yang dihiasi secara rumit untuk mencapai bagian ruangterbukanya. Masing-masing kuil ini memiliki keanggotaan yang kurang lebih tetap; dimana setiap orang Bali adalah bagian darisebuah kuil berdasarkan keturunan, tempat tinggal, atau wahyumistis. Beberapa kuil juga terdapat dalam rumah keluarga (jugadisebut "banjar" di Bali), yang lain terletak di sawah, dan yang lain terletak di lokasi geografis yang terkenal (tebing pantai, gunung, dsb).
    Dan dapat dilihat dengan berjalannya seiring waktu yang maju dengan globalisasi yang saat ini tidak bisa di pungkiri bahwa keadaan sudah beda dengan keadaan yang dulu. Dulu pura di bali jarang di kunjungi oleh orang asing, tapi sekarangorang asing di jadikan sebagai daerah pariwisata (tempatnyaberfoto) padahal Pura itu merupakan tempat suci agama hindhu, apakah hal ini di sebabkan karena kemajuan teknologi apakahzaman yang sudah berbeda? Selain itu apakah budaya di Bali sudah agak memudar apakah mangkin karena zaman (keadaan) pada saat ini? Kita sebagai generasi muda, kita orang Bali, dankitalah yang menjaga budaya budaya bali. Dan melindungBali!!!!!!!!!!!
    Ritualisasi tindakan mengendalikan diri (atau ketiadaan) adalah corak penting dari ekspresi keagamaan di kalangan masyarakatHindu Bali, yang karena alasan ini telah menjadi terkenal karenaperilaku anggun dan sopan mereka. Misalnya salah satu upacara penting di sebuah kuil Hindu di desa memiliki penampilan spesial sendratari (seni drama-tari), pertempuran antara mitoskarakter Rangda sang penyihir (mewakili adharma, sepertiketiadaan keteraturan) dan Barong sang pelindung (umumnyaseperti singa, mewakili dharma), di mana para pemainmengalami kerasukan dan mencoba menusuk diri dengan senjatatajam (umumnya keris). Drama-tari ini umumnya tampak selesaitanpa akhir, tidak ada pihak yang menang, karena tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keseimbangan

    ReplyDelete
  12. NAMA : LUH PUTU EKA DEWI PARAMITHA
    NIM : 13.01.1.1.245

    Bisa kita lihat bahwa Agama Hindu Dharma di Bali merupakan agama yang sangat terjalin dengan seni dan ritual, dan lebih tidak ketat diatur oleh kitab suci, hukum, dankeyakinan . Agama Hindu Bali tidak memiliki penekanantradisional agama Hindu pada siklus kelahiran kembali danreinkarnasi, melainkan berkaitan dengan banyak sekali "hyang", sukma leluhur.. Tempat bersembahyang atau kuil di agama Hindu Bali disebut Pura, dan tidak seperti mandir gayaHindustan yang menjulang tinggi dengan ruang interior, kuil Bali dirancang sebagai tempat bersembahyang di udara terbukadalam dinding tertutup, dihubungkan dengan serangkaian gerbang yang dihiasi secara rumit untuk mencapai bagian ruangterbukanya. Masing-masing kuil ini memiliki keanggotaan yang kurang lebih tetap; dimana setiap orang Bali adalah bagian darisebuah kuil berdasarkan keturunan, tempat tinggal, atau wahyumistis. Beberapa kuil juga terdapat dalam rumah keluarga (jugadisebut "banjar" di Bali), yang lain terletak di sawah, dan yang lain terletak di lokasi geografis yang terkenal (tebing pantai, gunung, dsb).
    Dan dapat dilihat dengan berjalannya seiring waktu yang maju dengan globalisasi yang saat ini tidak bisa di pungkiri bahwa keadaan sudah beda dengan keadaan yang dulu. Dulu pura di bali jarang di kunjungi oleh orang asing, tapi sekarangorang asing di jadikan sebagai daerah pariwisata (tempatnyaberfoto) padahal Pura itu merupakan tempat suci agama hindhu, apakah hal ini di sebabkan karena kemajuan teknologi apakahzaman yang sudah berbeda? Selain itu apakah budaya di Bali sudah agak memudar apakah mangkin karena zaman (keadaan) pada saat ini? Kita sebagai generasi muda, kita orang Bali, dankitalah yang menjaga budaya budaya bali. Dan melindungBali!!!!!!!!!!!
    Ritualisasi tindakan mengendalikan diri (atau ketiadaan) adalah corak penting dari ekspresi keagamaan di kalangan masyarakatHindu Bali, yang karena alasan ini telah menjadi terkenal karenaperilaku anggun dan sopan mereka. Misalnya salah satu upacara penting di sebuah kuil Hindu di desa memiliki penampilan spesial sendratari (seni drama-tari), pertempuran antara mitoskarakter Rangda sang penyihir (mewakili adharma, sepertiketiadaan keteraturan) dan Barong sang pelindung (umumnyaseperti singa, mewakili dharma), di mana para pemainmengalami kerasukan dan mencoba menusuk diri dengan senjatatajam (umumnya keris). Drama-tari ini umumnya tampak selesaitanpa akhir, tidak ada pihak yang menang, karena tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keseimbangan

    ReplyDelete
  13. dalam menyikapi berbagai bentuk prilaku orang di bali khususnya hindu, perkembangan yang cukup epat baik di bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi, hal ini sangat berpengaruh terhadap masyarakat modern bali, keyakinan yang di tumbuhkan oleh berbagai kalangan dan orang tua tentunya akan menciptakan keyakinan yang kental, namun perlu di ingat bawasannya orang bali yang berbudaya dan memiliki intelek yang hebat tentu konsep benfikirnya akan berbeda, cara pandang yang praktis maupun sistem pemikiran yang prakmatis.
    tidak sama dengan jika kita melirik masyarakat bali asli yang memang sudah menerapkan konsep keyakinan terhadap budaya secatra kental, maka dengan adanya modernisasi tidak akan mempengaruhi secara penuh dari sistem persembahan maupun sistem dari keyakinan budaya, kebiasaan yang tidak pernah berani untuk merubah , dan hal ini secara berkesinambungan harus di laksanakan.
    relita yang terjadi adalah, masyarakat modern selalu ber orientasi pada waktu yang di miliki, dengan cara berfikir praktis cenderung akan menghindari budaya secara penuh, yang di maksud disini adalah, berusaha mengikuti sistem kebudayaan tersebut namun tidak secara penuh, selain menyita banyak waktu, juga pelaksanaannya secara detainya sangat rumit

    ReplyDelete
  14. kekayaan orang bali berada pada prosesi upacara dan sistem budaya

    ReplyDelete
  15. Nyoman Manik Merta
    12.01.1.1.1007

    Yang kekal itu perubahan, namun bila perubahan tersebut menuju yang lebih baik dan tanpa menghilangkan makna dan tujuan utama dari prosesi upacara keagamaan tersebut masih bisa diterima

    ReplyDelete
  16. NAMA : GUSTI AYU PUTU SHERLY P.S
    NIM : 12.01.1.1.982
    KELAS : REGULER SORE
    SEMESTER : VI

    Perubahan tidak saja menggoyahkan budaya yang berlaku, dan merusak nilai-nilai dan kebiasaan yang dihormati, tetapi tidak menimbulkan akibat terhadap kebudayaan bali. Bahkan inovasi tambahanpun dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Teknologi modern menyebar ke seluruh pelosok bali. Sebagaimana disinggung pada sebelumnya, sampai batas-batas tertentu semua unsur baru merusak budaya masyarakat bali. Jika suatu kebudayaan yang segenap unsur dan institusinya selaras serta terintegrasi secara baik mengalami perubahan pada salah satu unsurnya, maka hal tersebut akan mengacaukan ketahanan kebudayaaan. Karena kebudayaan mencapai aspek yang saling berkaitan, maka pada umumnya kita akan merasa lebih mudah menerima serangkaian perubahan yang saling berkaitan dari pada menerima serangkaian perubahan yang saling berkaitan daripada menerima perubahan terpisah dalam suatu waktu tertentu. Dan dalam masyarakat yang kacau para anggotanya, yang mengalami hambatan dalam menemukan sistem perilaku yang cocok, akhirnya ikut menjadi perilaku yang rapuh. Manakala mereka telah putus harapan untuk menemukan cara hidup yang baik dan telah berhenti berupaya, maka mereka dikatakan telah kehilangan semangat hidup (demoralized). Meskipun perubahan kadangkala membawa kepahitan, namun penolakan tersebut bisa saja mengakibatkan kepahitan yang lebih parah, karena perubahan tidak terlepas dari keuntungan dan kerugian. Contoh keuntungan adalah dengan perubahan masyarakat yang terisolir menjadi lebih maju dan tidak terbelakang, modernisasi dan lain-lain. Perancangan sosial (social planning) mencoba mengurangi kerugian perubahan, namun keberhasilannya masih diperdebatkan.

    ReplyDelete
  17. NAMA : I GUSTI MADE SUGIANTARI
    NIM : 12.01.1.1.971
    KELAS : REGULER SORE
    SEMESTER : VI

    Manusia Bali saat ini berada di tengah perubahan sosial dan budaya, serta berhadapan dengan arus globalisasi yang deras dan intensif, yang diperkirakan akan meruntuhkan manusia dan kebudayaan Bali. Keseimbangan sistem nilai mulai terguncang, struktur sosial mengalami tantangan berat, dan manusia Bali mengalami proses perubahan-perubahan internal yang mencemaskan. Posisi manusia Bali dalam realitas empiris sangat berbeda dengan realitas normatif. Kini manusia Bali menghadapi tantangan yang berat dan kompleks, dalam masyrakat dan kebudayaan yang sedang berubah. Maka salah satu persyaratan yang harus dimiliki adalah iman (sraddha) yang mantap. Manusia Bali memiliki budaya mengendalikan diri yang sangat tinggi dan mendalam.
    Manusia Bali adalah manusia etnis Bali, yaitu sekumpulan orang-orang yang mendiami pulau Bali, yang memiliki kesadaran tentang kesatuan budaya Bali, bahasa Bali dan kesatuan Agama Hindu yang membuat etnis Bali memiliki emosi etnosentris kebalian relatif lebih kuat, yang memiliki karakter dan sifat manusia Bali yang dianggap dominan adalah terbuka, ramah dan luwes, jujur, kreatif dan estetis, kolektif, kosmologis, religius, dan moderat.
    Manusia Bali memiliki keyakinan ajaran agama yang kompleks dan memiliki struktur sosial dalam bentuk kasta, maka manusia Bali selalu diharapkan memiliki sifat potensial dalam menghadapi persaingan yang ketat, karena itu manusia diharapkan memiliki sifat yang dikenal dengan sifat jengah. Hal ini yang menjadi ciri budaya manusia Bali yang unik dan memiliki sifat patrilineal yaitu memposisikan nilai lebih laki-laki lebih bermakna dan lebih tinggi daripada posisi dan nilai-nilai perempuan. Dari perspektif mikro manusia Bali memiliki sifat multi-dimensional antara lain sebagai manusia religius, manusia budaya, manusia sosial, manusia simbolis, manusia estetis, manusia politis, dan manusia ekonomis.
    Manusia Bali tradisi bertolak dari teori sosial bahwa manusia pada awalnya melakukan aktivitas kreatif dan aktivitas yang kontinu untuk menciptakan masyarakat dan kebudayaan. Sekarang masyarakat dan kebudayaan mem-pengaruhi dan menentukan manusia lewat nilai-nilai (baik dan buruk). Kebudayaan Bali telah berfungsi secara aktif memenuhi segala kebutuhan manusia Bali.
    Sedikitnya terdapat 15 proses sosial dan budaya yang menghanyutkan, bahkan menenggelamkan manusia Bali, di antaranya pada point 3 yaitu proses estetik klasik menuju estetik modern, manusia Bali mengalami improvisasi dan modernisasi. Point 4 adalah proses budaya klasik yang spiritual menuju budaya pasar yang menipiskan sikap kebaliannya dengan menyontoh produk luar. Lingkungan sosial dan budaya tradisi telah membentuk dan mempengaruhi sifat, sikap dan perilaku manusia Bali.
    Guncangan menuju akar budaya. Untuk memahami guncangan yang ditimbulkan oleh proses sosial dan budaya menuju akar-akar budaya Bali, memakai pendekatan falsifikatif. Ada fenomena sosial yang dianggap mengancam dan mengarahkan kepada akar budaya Bali, antara lain munculnya peralihan batiniah, dalam kasus semakin banyak manusia Bali beralih ke agama baru.
    Manusia Bali dihadapkan persoalan dilematis bahwa ada keinginan mempertahankan akar budaya yang total yang bernafaskan religius tetapi di pihak lain ingin membangun kebudayaan industri yang mengutamakan sains dan teknologi. Maka diperlukan kewaspadaan dari setiap manusia Bali untuk mengantisisipasi perubahan.
    Dalam perkembangan berikutnya generasi muda Hindu telah memiliki kegairahan untuk merekonstruksi budaya dan adat Bali, serta melakukan revitalisasi dalam pemahaman dan penghayatan Agama Hindu, karena Agama Hindu merupakan unsur budaya universal yang menjadi jiwa (spirit) dari kebudayaan Bali.
    Mendambakan manusia Bali modern yang memiliki sikap optimistis untuk menatap masa depan yang lebih pasti, mampu meng-akomudasikan kebudayaan Bali dan memiliki kemantapan hati dan iman akan mencapai tahapan kehidupan sejahtera yang penuh keseimbangan.

    ReplyDelete
  18. Nama : Km.Devi Nicky Suryantini
    Nim : 12.01.1.1.988
    semester : 6
    Reguler Sore
    fenomena belakangan ini menunjukkan bahwa Bali telah berubah. Wajah Bali masa kini tidak lagi secantik Bali tempoe doeloe. Sebuah kejutan ditulis oleh Bawa Atmadja (2005) bahwa Bali pulau seribu pura sudah tak seindah penampilannya. Sementara bangunan-bangunan suci berdiri dengan megahnya, ritual keagamaan yang semakin marak, serta tingginya intensitas ceramah keagamaan, di sisi lain kafe remang-remang, prostitusi ilegal, dan tindakan kriminalitas lainnya juga semakin menjamur. Wajah Bali yang dahulu dilukis dengan religiusitas, keramah-tamahan masyarakat, dan pesona alaminya, kini mulai menampakkan sisi gelapnya seiring berjalannya waktu. Lebih celaka lagi, fenomena paradoks tersebut hadir dalam satu wilayah yang sama, yakni desa pakraman. Padahal, desa pakraman merupakan wadah berlangsungnya segala aktivitas adat, budaya, dan agama masyarakat Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu.
    Fenomena di atas menunjukkan manusia Bali dewasa ini sedang mengalami kegamangan dan kebingungan di tengah gelombang perubahan yang berlangsung begitu cepat dan rumit. Daya tahan kebudayaan pun makin rapuh di tengah kuatnya terjangan globalisasi dan modernisasi. Identitas Bali secara kultural menjadi makin kabur di tengah benturan kebudayaan global. Memang tak dapat dipungkiri bahwa globalisasi dan modernisasi telah menghegemoni dan mendominasi dunia sehingga tidak ada satu bangsa pun yang dapat menolaknya. Sebagaimana telah diramalkan oleh Francis Fukuyama dalam The End of History And The Last Man (2002) bahwa ideologi kapitalisme dan demokrasi liberal yang menjadi pemenang dalam perang dingin akan menjadi akhir dari sejarah manusia. Oleh karena itu, kebertahanan budaya Bali saat ini tergantung pada kesiapan orang Bali dalam menyikapi globalisasi dan modernisasi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nama : Km.Devi Nicky Suryantini
      Nim : 12.01.1.1.988
      Semester : 6
      Reguler Sore
      Tantangan masyarakat Bali dalam menangkal pengaruh negatif budaya global dewasa ini memang semakin berat, terutama jika dikaitkan dengan pengembangan industri pariwisata Bali. Budaya global yang antara lain ditandai dengan terbukanya akses pergaulan antaretnik dan antarbangsa, serta tingginya mobilitas penduduk mengakibatkan masuknya berbagai macam kebudayaan asing ke Bali. Malahan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian orang Bali lebih tertarik dan justru ngotot mengadopsi budaya dari luar. Sistem nilai budaya dari luar, bahkan dipakai sebagai ukuran untuk menggeser budayanya sendiri yang telah diwariskan oleh leluhur. Ini merupakan persoalan yang dilematis karena di satu sisi sektor pariwisata telah menjadi primadona dan tulang-punggung perekonomian Bali, sebaliknya budaya tourism menawarkan berbagai ekses negatif yang secara laten dapat meruntuhkan sendi-sendi kebudayaan Bali. Oleh karena itu, faktor kemanusiaan dan entitas budaya lokal tidak dapat diabaikan dalam pengembangan kepariwisataan di Bali. Dengan kata lain kehidupan masyarakat Bali tidak boleh tercerabut dari akar budayanya hanya karena penekanan segi komersial dari kepariwisataan (tourism).
      Pada dasarnya, uraian di atas menunjukkan bahwa masyarakat Bali sesungguhnya tengah mengalami ketegangan sosio-budaya yang disebabkan oleh terbukanya pergaulan antaretnis, bangsa, sosial, politik, budaya, dan agama. Ketegangan semakin memuncak ketika masyarakat lokal semakin terpinggirkan dengan semakin derasnya arus pendatang. Kekalahan penduduk lokal ini sekaligus menjadi indikator perubahan karakter orang Bali sebagai berikut. Pertama, akibat ketidaksiapan dan ketidakmampuan penduduk lokal dalam bersaing dengan pendatang (new comers), terutama dalam perebutan sektor-sektor ekonomi. Kedua, persaingan dan pemilahan antara penduduk asli (pribumi) dan pendatang melalui katagorisasi beroposisi (binary opposition) telah membentuk karakter orang yang penuh dengan perasaan curiga, terlebih-lebih lagi sikap itu dijustifikasi melalui simbol-simbol kultural. Ketiga, perubahan karakter orang Bali juga dipengaruhi oleh proses moneterisasi. Keempat, banyak institusi sosial dan kultural mulai tidak mampu memerankan fungsi-fungsi manifes, justru cenderung hanya menjadi media untuk menghidupkan “keagungan fisikal masa lalu”. Dan kelima, sekalipun wacana mengenai pentingnya kebudayaan sebagai “panglima” pembangunan Bali, tetapi dalam implementasinya alokasi biaya untuk bidang ini belum sesuai dengan wacana dan harapan (Triguna, 2004:11). Di samping faktor eksternal tersebut, perubahan karakter orang Bali juga disebabkan oleh dorongan internal yang senantiasa ingin berubah. Sebagaimana ungkapan orang bijak bahwa yang hakiki adalah perubahan itu sendiri.
      Dalam menghadapi guncangan perubahan yang begitu cepat dan hebat, maka orang Bali harus menemukan kembali identitas dirinya untuk membangun pijakan budaya yang kuat. Tuntutan penguatan budaya itu, bahkan kini semakin relevan di tengah guncangan globalisasi. Tanpa penguatan kebudayaan, orang Bali akan kehilangan kekuatan untuk mempertahankan jati dirinya dalam menghadapi penetrasi budaya global yang begitu ganas. Sementara itu, budaya tidaklah statis, tetapi dinamis dan terbuka untuk perubahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. Nilai-nilai yang baik dari luar dapat saja dan perlu diadopsi sesuai dengan sistem nilai budaya Bali.

      Delete
  19. Nama: Ketut Erni
    No: 12.01.1.1.974
    Semester 6 reguler sore
    Menurut pendapat saya tentang artikel diatas yaitu Seni yang erat kaitannyadengan agama Disebutdenganseni Religiu satau seni sakral.Seni Religius menguraikan dan menjabarkan nilai-nilai agama, penuh dengan norma-norma atau peraturan-peraturan, bersifat sakral, sebagai karya seni ritual/upacara, penuh makna,
    Fungsi dan simbolik.Semua ini merupakan dasar pembentukkan karya seni dalam ruang lingkup Agama yang bersifat mistis dan magi.Mistis adalah sikap manusia yang merasa terkepung oleh kekuatan gaib yakni; kekuatan alam.Dunia mistis kaya akan cerita-cerita yang berhubungan dengan filsafat yang divisualisasikan melalui media yakni: media batu, tanahliat, dinding-dinding goa, lereng perbukitan, kayu/papan, kulit kayu, dan kain. Hasil pemikiran dan aktifitas keseharian masyarakat mistis lebih banyak divisualisasikan dalam karya seni dan disertai dengan upacara-upacara magis.Disini manusia langsung berhubungan dengan kekuatan alam yang serba rahasia dantidak dapat di cern aoleh logika atau daya nalar manusia modern.upacara bali yang dulunya dilakukan oleh manusia klasik tentunya sudah tidak dilakukan lagi oleh manusia modern era sekarang ini, seharusnya upacara bali yang klasik hendaknya tetap dijaga dan dilestarikan keberadaany abukan malah di modifikasi untuk mempermudah baik segi pembuatan dan segi waktu, sehingga hasil yang didapatkan berbeda begitu pula dengan makna yang terkandung di dalamnya.
    Sekian pendapat saya. Terimakasih

    ReplyDelete
  20. Nama : Luh Dharmayanti
    Nim : 12.01.1.1.1044
    Semester 6 Reguler sore

    Menurut saya arus perubahan tidak bisa dihindari. Seperti masyarakat di daerah lain, Bali juga mengalami perubahan, dan itu terjadi sudah sejak dahulu. Hanya saja, perubahan masyarakat Bali beberapa tahun belakangan ini tergolong drastis. Dahulu, Bali tergolong pulau agraris dimana sebagian besar masyarakatnya bertani dan berkebun. Lalu berubah menjadi pariwisata. Beberapa tahun belakangan ini, tidak lagi sekedar pariwisata, sudah bergeser menjadi multi-profesi dan multi-aktivitas.
    Ada 2 faktor utama yang mendorong terjadinya perubahan drastis di Bali, belakangan ini, yaitu: Pengaruh global dan Pengaruh nasional Di kancah dunia, Bali tergolong salah satu tujuan wisata favorit, sejak dahulu. Disamping keindahan panorama dan kelestarian budayanya, Bali juga terkenal dengan masyarakatnya yang rata-rata kreatif dan memiliki talenta seni—mulai dari seni tari, seni tabuh, lukis, pahat (ukir dan patung) hingga seni tattoo tubuh.
    Saat ini, sudah banyak wisatawan yang tidak sekedar tertarik untuk menikmati indahnya Danau Batur atau melihat-lihat Gallery di Ubud, melainkan juga ingin menikmati kedamaian, bermukim dan menetap di Bali, sembari mengubah kreativitas masyarakat Bali—yang dahulunya hanya sebatas berkesenian—menjadi aktivitas bisnis.
    Hubungan masyarakat Bali dengan masyarakat global saat ini tidak lagi sekedar ‘guide-dan-turis’ atau ‘seniman-dan-penikmat seni’, melainkan sudah berubah menjadi hubungan antara ‘bawahan-dan-atasan’ atau ‘pedagang-dan-pelanggan’ atau ‘pebisnis-dan-partner bisnis’. Tak sedikit juga yang berupa hubungan ‘pasien-dan-dokter’ atau ‘fotografer-dan-model’ atau ‘murid-dan-guru’, bahkan ‘tetangga-dan-tetangga ekspatriat’.
    Perubahan frekwensi dan intensitas hubungan antara masyarakat Bali dan masyarakat global (baca: orang asing) yang kian meningkat, tidak sekedar melahirkan orang bule yang ‘ke-Bali-Balian’—dalam jumlah relative sedikit, melainkan juga melahirkan orang Bali ‘ke-bule-bule-an’ yang justru lebih banyak.

    ReplyDelete
  21. Lanjutan .....

    Begitu banyak perubahan dalam masyarakat Bali belakangan ini. Ada perubahan yang menurut sebagian orang bisa jadi positive, ada juga yang negative. Ada perubahan yang menurut sebagian orang bisa jadi baik, ada juga yang tidak baik.
    Dalam era dimana sebagian besar masyarakat berstatus petani, etos kerja masyarakat Bali mungkin terlihat lamban dan cenderung santai. Tentu saja, karena aktivitas bertani memang tidak bisa diburu-buru, semua memakai hitungan masa (misalnya: padi baru bisa dipanen setelah berusia 3 bulan, tidak bisa dipercepat). Banyaknya waktu luang inilah yang membuat masyarakat Bali, di era itu, selalu punya waktu untuk aktivitas-aktivitas berkesenian dan melestarikan budaya (misalnya: mekekawin, megeguritan, megenjekan, megambel, menari, main arja, ngerindik, meniup seruling, membaca lontar, dlsb). Sehingga bagi orang di luar Bali, etos kerja masayarakt Bali pada saat itu dianggap santai. Etos kerja masyarakat Bali saat ini sudah berubah drastis, menjadi super sibuk, “time-is-money” kata mereka. Perubahan ini tentu terjadi akibat perubahan mata pencaharian yang begitu drastis dan ledakan angkatan kerja yang mengakibatkan kempetisi menjadi begitu ketat. Libur sehari untuk menengok upacara keluarga misalnya, jatah antrean nyupir di halaman hotel sudah diambil-alih orang lain. Tutup kantor sekali, pelanggan sudah marah-marah. Sehingga, hampir sudah tidak ada waktu lagi untuk ‘menyama-braya’. Melihat orang bertegur sapa di jalanan, saat ini, adalah kejadian langka, ajaib, atau malah dipandang aneh (“terlalu basa-basi, lebian tutur,” kata mereka), kecuali di desa-desa yang jauh di kaki bukit sana.
    Mata pencaharian dan profesi yang berubah juga berakibat pada perubahan gaya hidup. Aktivitas dan kehidupan masyarakat Bali di jaman dahulu yang lebih banyak berada di sekitar desa dan balai banjar kini sudah jauh bergeser. Atu Aji, Gung Aji dan Pak De yang dahulu selalu punya waktu untuk mekekawin di balai Banjar, kini sudah lebih sering nongkrong di “Kudeta” atau “Blue Eyes”—untuk entertain relasi bisnis. Pak Wayan, Pak Made dan Pak Ketut yang dahulu sering main Arja sekarang sudah sibuk seminar ini-itu dan sosialiasi ini-itu, untuk menggalang simpati, suara dan dukungan pileg dan pilkada. Atu Biyang dan Bik I Luh yang dahulu sering terlihat ‘nyait tamas’, kini lebih sering pergi ke pusat-pusat perbelanjaan, butiq atau SPA. Gus Tu, Gung De dan Yan Ajus yang dahulu rajin megambel sekarang sudah lebih sering track-trackan di lapangan Renon atau balapa mobil gelap di Bypass Ngurah Rai ala film “Fast and Furious”.

    Terimakasih.

    ReplyDelete
  22. Nama : Gusti Made Oka Astrini
    NIM : 12.01.1.1.1020
    Kelas : Eksekutif
    Semester : VI ( Enam )
    Masyarakat Hindu khususnya yang berada di Bali, hampir setiap hari disibukkan oleh kegiatan upacara agama, dengan kata lain bisa disebut; Tiada hari tanpa upacara. Makanya banyak mengundang pertanyaan dari berbagai pihak. Ada yang bertanya karena memang ingin tahu, ada yang bertanya bernada sinis, dan lain sebagainya. Terlepas dari semuanya itu, apakah ada manfaat upacara dilihat dari kehidupan bermasyarakat? Inilah yang perlu direnungkan. Saya sangat setuju bila kita dapat mengangkat pengaruh nilai-nilai positif dari aktivitas upacara dalam kehidupan kita, lebih-lebih di dalam kita memasuki zaman global yang tidak bisa dihindari. Saya kira itu pasti ada, hanya saja belum ada yang dapat mengangkat atau menggalinya, sehingga kegiatan upacara agama banyak mendapat kritik-kritik yang bisa berakibat melemahnya semangat untuk melaksanakan upacara agama.Jika hal itu benar-benar terjadi, apa jadinya agama kita? Sebab agama Hindu terdiri dari tiga kerangka dasar yaitu;
    1. Tattwa (Filosofi)
    2. Susila (Etika)
    3. Upacara (Ritual)
    Ketiga kerangka dasar ini harus dijalankan secara serasi seimbang dan harmonis. Kalau satu tidak ada berarti kesemuanya tidak jalan.
    Mengenai dampak pelaksanaan upacara agama terhadap kehidupan bermasyarakat. Para perumus ajaran veda di jaman dahulu, pasti sudah berpikir agar pelaksanaan ajaran veda di manapun dan kapanpun itu dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Jika tidak seperti itu, tidak akan mungkin masih dianut oleh umat manusia sampai zaman sekarang dari zaman 5 ribu tahun sebelum masehi. Dan perlu juga diketahui bahwa agama Hindu yang kita anut sekarang (agama Hindu seperti di Bali), menurut cerita beberapa tokoh agama terkemuka, itu masih asli artinya belum pernah mengalami perubahan atau pergeseran. Untuk belajar agama Hindu yang utuh belajarlah di Bali. Dengan demikian, kita tidak perlu lagi mengutak-atiknya, karena dampak positifnya telah kita rasakan bersama.

    ReplyDelete
  23. Melalui pelaksanaan upacara agama diterapkan pendidikan kepada masyarakat agar selalu berkreatvitas dan berproduktifitas secara berkesinambungan. Maka dari itulah, kita dapat melihat setiap acara upacara agama dilaksanakan, kreasi-kreasi baru berkembang dengan pesat, dan ikut memberikan rasa bangga dan rasa bahagia, karena kreasi yang dikembangkan tidak lepas dari lingkaran tattwa dan susila, bahkan sebaliknya dapat memantapkan rasa bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Jadi Beliaupun tidak merasa percuma memberikan umat manusia kelebihan berpikir dibandingkan makhluk lain ciptaanNya, karena kita mampu memanfaatkan pikiran secara positif.
    Demikian pula halnya terhadap pelaksanaan upacara agama dapat memberikan pendidikan untuk menciptakan masyarakat produktif. Orang-orang Hindu di Bali terkenal dengan masyarakat yang sangat produktif.
    Sebelum upacara agama itu berlangsung, ada kegiatan masyarakat yang dilakukan secara gotong royong dalam mempersiapkannya, seperti misalnya; ”majejaitan” (merajut), membuat jajan banten, menganyam, matanding (menyajikan), dan lain sebagainya. Kesemua kegiatan tersebut memerlukan perhatian yang cukup serius, diskusi, tanya jawab terus menerus. Karena di saat itu terjadi pula proses pendidikan dengan menggunakan metoda kejar, yaitu Kerja sambil Belajar. Peristiwa semacam itu menuntun mereka untuk berpikir kritis, rumit dan dinamis. Di dalam masyarakat yang berpikir rumit, kritis dan dinamis, akan terbentuk pula masyarakat yang produktif.
    Masyarakat Hindu di Bali semasih mau membuat banten sendiri akan tetap berpikiran kritis, rumit dan dinamis, otomatis masyarakat produktif tetap bisa dipertahankan. Nah bukti-bukti di lapangan sudah terlihat bahwa masyarakat Hindu di Bali telah mulai berpikir; praktis, ekonomis, dan gelis (serba cepat), kalau diwaktu kita melakukan kegiatan agama berdasarkan pola pikir seperti itu, rasanya tidak tepat, dan mempercepat proses terbentuknya masyarakat konsumtif. Hampir semua sarana upacara sekarang dari membeli. Bahkan banyak pula umat Hindu yang lebih senang membeli banten untuk upacara dibandingkan mereka membuat sendiri. Jangankan banten yang berskala besar, canang saripun yang begitu sederhananya mereka masih membeli.
    Mereka tidak peduli entah bagaimana proses membuatnya, apakah sudah memenuhi standar kesucian, demikian pula kelengkapannya. Karena mereka sudah berada di dalam pola berpikir praktis, ekonomis dan gelis. Lucunya lagi banyaknya pedagang banten (canang) bukan dari orang Hindu, yang nota bena belum memahami proses pembuatan banten sesuai dengan ketentuan-ketentuan sastra agama. Upacara agama yang menggunakan sarana banten dari membeli dibandingkan dengan banten yang dari membikin secara gotong royong, bobotnya sangat berbeda. Banten yang dari membeli sudah jelas tatanan di waktu membuatnya sudah dibayangi oleh pemikiran untung dan rugi, juga pasti ada langkah-langkah yang semestinya harus ditempuh akan ditinggalkan, misalnya; upacara mepada, upacara panca kerta, upacara pengalang dan lain sebagainya. Akibatnya proses terbentuknya masyarakat konsumtif semakin cepat meninggalkan masyarakat produktif. Kalau hal ini sudah membudaya, masyarakat pada umumnya tidak lagi memiliki kesabaran, tidak memiliki kesadaran, dan rasa kasih, rasa sayang, serta sifat pemaaf akan sirna. Sifat individu semakin menonjol, sifat egois tumbuh subur, yang tidak kalah pentingnya adalah penyakit masyarakat semakin dipelihara dengan subur.

    ReplyDelete
  24. Nama : Luh Wiruspandi
    Nim : 12.01.1.1.1047
    Kelas : Semester VI / Executif

    Menurut pendapat saya tentang artikel diatas adalah memang benar kita sebagai masyarakat bali tidak bisa lepas dari yang namanya upacara,karena orang bali dikatakan banyak libur karena banyak upacara-upacara agama hindu.di jaman sekarang,memang orang bali sudah dikatakan lebih modern,contohnya,dimana di jaman sekarang sudah banyak orang bali yang mebuat banten secara praktis dibandingkaa dengan jama dulu,dimana sekarang sudah banyak banten apapun sudah bisa dibeli di pasar,lain halnya jaman dulu kita harus membuat sendiri dan memakan banyak waktu yang lama,sehingga orang bali sekarang sudah bisa dikatakan lebih praktis dibandingkan dengan jaman dulu,walaupun mereka melakukan upacara dengan membeli banten,tetapi tidak mengurangi makna dari pada upacara itu sendiri.terima kasih.

    ReplyDelete
  25. KETUT MURNI
    12.01.1.1.964
    Semester 6
    Kelas Reguler

    Memang benar Bali merupakan pulau yang identik dengan upacara, banten, budaya maupun mistis. Orang Bali juga percaya dengan adanya sekala niskala serta karma phala yang juga berpengaruh pada tingkah laku manusia sebagai umat Hindu atau umat beragama. Tidak di pungkuri setiap hari orang Bali khususnya agama Hindu melakukan upacara. Salah satunya upacara setelah memasak nasi atau yadnya sesa. Yadnya sesa tergolong Nitya Karma artinya aktifitas agama sehari-hari dalam bentuk upacara sederhana. Namun tidak semua orang mengetahui makna dari yadya tersebut. Orang melakukan yadnya karena sudah dari dulu dilakukan oleh orang tuanya atau istilah dalam bahasa Bali banyak yang menyebutkan, “Nak Mule Keto”. Bahkan dari manusia dalam kandungan sampai meninggal pun di buatkan upacara. Dalam upacara itu pastinya identik dengan “banten”. Banten yang notabene terdiri dari daun, bunga, buah, dupa, janur (busung) bahkan seiring perkembangan jaman kini dalam banten terdapat minuman-minuman seperti minuman kaleng maupun dalam bentuk botol. Entah apa makna itu semua? Di samping itu pula banten kini di jadikan ajang bisnis atau di jual (banten yang sudah jadi, misalnya Banten untuk odalan, otonan dll) karena kebanyakan sekarang tidak bisa membuat banten itu sendiri. Dan juga alasan kepraktisan. Jika dulu di setiap adanya yadnya, orang bergotong royong membuat banten. Moment ini bisa dijadikan sebagai tempat untuk belajar cara membuat banten, juga sebagai ajang berkumpulnya keluarga bahkan tetangga yang biasanya selalu sibuk dengan urusan masing-masing atau istilah Balinya “menyama braya”.
    Terlepas dari itu semua, yang kita harapkan dari upacara atau persembahan kepada Tuhan melalui banten adalah makna dari banten itu sendiri. Di Bali mungkin terdapat puluhan bahkan ratusan nama Banten. Mulai banten yang kecil hingga yang besar. Dan tujuan banten serta fungsinya pun berbeda. Inti dari semua itu adalah sebagai wujud syukur atas karunia dari ida Sang Hyang Widhi wasa yang diwujudkan dalam bentuk upakara atau menggunakan sarana banten.

    ReplyDelete
  26. KETUT MURNI
    LANJUTAN...
    Di Bali juga terdapat banyak rahinan/hari raya, namun sebagai umat beragama, khususnya yang beragama Hindu, kita wajib melaksanakan upacara itu dengan rasa ikhlas. Jangan sampai ada keluhan, penyesalan serta merasa miskin setelah melakukan upacara tersebut. Karena Tuhan tidak pernah meminta itu semua, itu hanya sebagai wujud syukur. Yang intinya, apapun yang kita persembahkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan kita. Jangan melakukan upacara karena gensi atau merasa malu dengan orang lain. Seperti yang saya katakan tadi, inti dari upacara tersebut adalah sebagai wujud syukur atas karunia Tuhan. Tuhan menciptakan tumbuhan, manusia yang memelihara atau merawatnya hingga berbuah, dan di upacarai saat Tumpek pengatag agar apa yang di tanam menjadi subur sehingga buahnya bisa kita persembahkan dan setelah itu dinikmati. Terkadang kita masih bingung, upacara itu merupakan budaya atau tuntutan agama. Namun banyak yang bilang bahwa Bali terkenal dengan Budaya, salah satunya adalah upacaranya.
    Disisi lain, Bali juga terkenal dengan mistis maupun kepercayaan adanya mahluk halus entah bersifat baik maupun buruk. Biasanya dipercaya terdapat di batu-batu besar dan pohon-pohon besar. Seperti yang disinggung dalam artikel ini tentang rumah sakit niskala yaitu pura Tamba Waras yang berada di kabupaten Tabanan memang percaya tidak percaya semua itu tergantung pribadi kita masing-masing. Percaya tidak percaya tetapi inilah yang dilakukan oleh beberapa orang di Bali khusus yang beragama Hindu. Memang sulit di terima oleh akal sehat terutama bagi non Hindu. Bahkan yang beragama Hindu sendiri pun terkadang “Meboye’ dengan hal itu.
    Inti dari komentar saya adalah, kita sebagai manusia yang beragama wajib melaksanakan ajaran agama itu sendiri dengan baik. Saya berharap seberapa canggihnya arus globalisasi mempengaruhi kehidupan manusia, kita sebagai orang Bali agar tetap menjaga kesakralan dan tetap meningkatkan rasa syukur kita kehadapan Tuhan dengan jalan upacara yang identik dengan banten atau pengeluaran. Karena setau saya, tidak ada orang miskin karena melakukan yadnya asalkan diimbangi dengan ketulusan dan bukan atas dasar gengsi. Dan kepraktisan-kepraktisan yang diinginkan oleh orang di jaman sekarang tidak mengurangi makna dari Banten itu sendiri.
    Sekian pendapat saya, sesuai dengan yang saya ketahui. Terima kasih.

    ReplyDelete
  27. Nama : Niluh Mirawati
    Nim : 12.01.1.11016
    Kls : eksekutif

    Masyarakat Bali khususnya memiliki beragam tradisi yang unik dan merupakan pengejawantahan dari ajaran Agama Hindu itu sendiri. Prinsip-prinsip keagamaan ditanamkan di semua lapisan masyarakat. Ajaran Panca Yadnya yang merupakan suatu bentuk pengorbanan tulus ikhlas kepada lima komponen yakni Dewa Yadnya kepada Tuhan beserta segala manifestasinya, Rsi Yadnya ditujukan kepada kaum brahmana yang akan memimpin suatu upacara agama, Manusa Yadnya ditujukan untuk kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri, Pitra Yadnya untuk para pitara atau leluhur, dan Bhuta Yadnya untuk memurnikan atau nyomya para bhutakala. Selanjutnya kelima bentuk pengorbanan suci dan tulus ikhlas tersebut diwujudkan ke dalam bentuk upacara dan tradisi yang beragam. Otonan merupakan salah satu bentuk upacara yang merupakan bagian dari Manusa Yadnya yang sesungguhnya bertujuan untuk menyucikan manusia itu secara lahir dan bathin disamping sebagai bentuk peringatan akan perubahan umur yang bersangkutan. Dalam lontar Dharma Kahuripan dan Jatma Prawerthi dikatakan bahwa Ida Bhatara Siwa menganugerahkan kepada Bhatara Surya untuk menerima persembahan dari manusia setiap ada perubahan atau penambahan umur. Otonan dilakukan setiap 6 bulan sekali menurut perhitungan kalender Bali. Dalam lontar tersebut juga dikatakan bahwa meskipun pelaksanaan otonan dalam skala yang kecil, namun selam hidupnya manusia tidak boleh tidak membuat otonan).
    Otonan yang dilakukan setiap 6 bulan sekali memiliki perhitungan tersendiri yakni mengandung unsur hari kelahiran, wuku, panca wara, dan sapta wara. Misalkan orang yang lahir pada wuku Landep, pada hari Selasa (Anggara) Umanis, maka otonan selanjutnya akan dilakukan 6 bulan berikutnya pada wuku, dan panca wara serta sapta wara yang sama. Berbeda halnya dengan ulang tahun yang pada era modernisasi ini sudah merambah kehidupan Umat Hindu di Bali. Ulang tahun memang merupakan bentuk peringatan terhadap tanggal kelahiran seseorang dan itu dirayakan setahun sekali seusia kalender masehi, tanpa memperhatikan hari kelahiran berdasarkan perhitungan kalender Bali tentunya. Hal itulah yang membedakan Otonan dan ulang tahun secara mendasar. Perayaan ulang tahun sesunggunya merupakan produk dari modernisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi dan informasi yang sedemikian pesatnya. Menghadapi hal tersebut, nampaknya Umat Hindu di Bali ikut terbawa dalam arus modernisasi tersebut. Setiap orang seakan berlomba untuk meghadapi fenomena tersebut, dan itu tentu berpengaruh terhadap kehidupan sosial religius Umat Hindu di Bali. Tradisi-tradisi warisan leluhur sedikit-demi sedikit seakan mulai dilupakan. Generasi muda pada masa kini lebih cenderung mengutamakan perayaan ulang tahun mereka dibandingkan dengan melaksnaakan upacara otonan yang sesunguhnya jauh lebih bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan mereka karena memiki nilai religius yang kental.

    ReplyDelete
  28. Nama : Luh Putu Sariastini
    NIM : 12.01.1.1.1005
    Semester : VI Manajemen Reguler Sore

    Perubahan adalah hal yang paling kekal. Perubahan sangat diperlukan pada saat dimana suatu keadaan perlu untuk ditingkatkan sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya.

    Sebagai orang bali, saya sependapat dengan artikel di atas, dimana orang bali yang modern telah tersentuh arus globalisasi dimana tidak menghilangkan kearifan lokal bali itu sendiri. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kehidupan orang bali ke depannya, namun dilihat dari pribadi orang bali itu sendiri, apakah bisa memanfaatkan arus globalisasi dengan baik atau malah sebaliknya.Dengan adanya pencampuran antara arus modern dan kearifan lokal bali, manfaat yang dirasakan oleh umat hindu di antaranya :
    - Semakin berkembangnya dan semakin banyaknya jumlah masyarakat, dalam melakukan upacara ngaben saat ini dipermudah dengan cara kremasi dimana tidak menghilangkan kesakralannya.
    - Dengan adanya kemajuan teknologi saat ini seperti televisi, Handphone, internet dan sebagainya, semakin mempermudah akses promosi utamanya ke kancah internasional, sehingga nama semakin dikenal. Hal ini sangat membantu meningkatkan kehidupan perekonomian di bali yang saat ini maju di bidang pariwisatanya.

    Adanya perubahan lain pada umat Hindu di Bali dalam kaitannya dengan upacara adalah masalah banten. Banten yang notabene terdiri dari daun, bunga, buah, dupa, janur (busung) bahkan seiring perkembangan jaman kini dalam banten terdapat minuman-minuman seperti minuman kaleng maupun dalam bentuk botol. Entah apa makna itu semua? Di samping itu pula banten kini di jadikan ajang bisnis atau di jual (banten yang sudah jadi, misalnya Banten untuk odalan, otonan dll) karena kebanyakan sekarang tidak bisa membuat banten itu sendiri dan juga alasan kepraktisan karena kesibukan bekerja. Dulu di setiap adanya yadnya, orang bergotong royong membuat banten. Moment ini bisa dijadikan sebagai tempat untuk belajar cara membuat banten, juga sebagai ajang berkumpulnya keluarga bahkan tetangga yang biasanya selalu sibuk dengan urusan masing-masing atau istilah Balinya “menyama braya”.
    Terlepas dari itu semua, yang kita harapkan dari upacara atau persembahan kepada Tuhan melalui banten adalah makna dari banten itu sendiri. Inti dari semua itu adalah sebagai wujud syukur atas karunia dari ida Sang Hyang Widhi wasa yang diwujudkan dalam bentuk upakara atau menggunakan sarana banten.

    Perubahan lainnya adalah salah bahan dari pembuatan banten itu sendiri, misal buah-buahan. Jika dulu buah yang diproritaskan untuk dihaturkan sebagai banten adalah buah lokal hasil tanam sendiri yang selalu diupacarai saat tumpek wariga agar tumbuh subur dan menghasilkan buah yang super, kini hal itu tergeser karena tersaingi oleh buah-buah import seperti apel merah, jeruk mandarin, pear, dsb. Hal ini yang menyebabkan bertambahnya pilihan masyarakat akan jenis buah, dan memicu penurunan selera masyarakat akan buah lokal, sehingga distribusi buah lokal menjadi sedikit terhambat.

    Globalisasi bisa berdampak positif yang menguntungkan, juga bisa merugikan bila tidak dikendalikan dan dipilih secara tepat. Dan tentunya kita harus benar-benar pandai memilih dan memilah perkembangan gobalisasi agar bermanfaat.

    Sekian dan terima kasih

    ReplyDelete
  29. Nama : Wayan Sudianti
    NIM : 12.01.1.1.967
    Smtr : VI Manajemen Reguler Sore

    Bali adalah pulau kecil diantara ribuan pulau yang ada di Indonesia, namun Bali memiliki ciri khas tersendiri yang menjadi daya tarik parawisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk mendalami Bali secara lebih luas. Bali merupakan salah satu tujuan utama para wisatawan untuk berlibur karena Bali meruapakan salah satu pulau yang dapat dikatakan “paling hidup” budaya dan tradisinya yang jarang dijumpai dinegara lain. oleh sebab itu Bali memiliki banyak sebutan seperti Pulau dewata, Pulau seribu Pura, Pulau Cinta dsb. Budaya dan adat tradisi Bali merupakan sesuatu yang dicari oleh wisatawan, dari upacara, upakara, kesenian, adat istiadat, hal –hal mistis, dan tempat-tempat angker yang penuh misteri. semua itu mengundang perhatian para wisatan.
    Hal ini pula yang menumbuhkan perekonomian masyarakat Bali, Dari adanya upacara dan upakara banyak hasil perkebunan seperti buah dan janur yang dapat dijual dipasar untuk perlengkapan upacara yang di Bali hal ini setiap hari berlangsung memberikan kehidupan bagi para pelaku ekonomi kecuali Nyepi. Bahkan karena begitu banyaknya permintaan akan bahan upacara ita masyarakat Bali sampai harus mendatangkan bahan tersebut dari luar daerah. Contohnya buah, sekarang kita bisa lihat sendiri sangat jarang orang-orang yang hanya menggunakan buah lokal sebagai sesaji, sudah banyak buah import yang masuk. Ini tidak hanya disebabkan karena kurangnya persediaan buah lokal tapi karena gengsi dan ingin mengikuti trend modern yang semakin hari semakin berubah. Sudah sangat jarang orang menggunakan jaje bali seperti jaje uli, apem bali dalam banten mereka mulai beralih dengan kue modern yang sedang ngehits dipasaran seperti brownis, beng-beng, dan sejenisnya. Ini adalah pengrauh dari globalisasi dan trend modern. itu terjadi karena faktor kesibukan masing-masing orang yang harus bekerja ditempat lain, sehingga memilih kepraktisan. beda halnya dengan dulu yang sebagian besar orang bali adalah petani yang masih memiliki waktu luang yang banyak untuk mengerjakan hal-hal yang berbau dadat Bali. Begitu juga dengan kerajinan dan kesenian orang-orang sudah sangat sedikit yang tertarik dengan yang namanya megambel, menari bali, mekidung dsb, mereka lebih tertarik untuk modern dance, ikut group band, dsb yang sama sekali tidak menciri khas kan Bali. jika terus seperti ini maka sedikit demi sedikit budaya dan tradisi asli orang bali akan mulai punah karena tidak ada lagi ciri khas Bali yang ditemukan di pulaunya sendiri.
    sekarang upacara ngaben sudah beralih ke kremasi , ini merupakan salah satu bentuk modern upacara Bali, namun ha ini diharapkan tidak mengurangi tujuan utama dan kesakralan uacara tersebut. Namun inilah perubahan yang mau tidak mau kita harus menjalaninya.Globalisasi ini memang memberikan dampak yang positif dan negatif tergantung dari sisi mana kita menilai dan melaksanakannya, karena yang kekal hanyalah perubahan yang harus tetap kita laksankan tanpa mengurangi makna dari ciri khas adat dan budaya kita sebagai orang Bali.
    Sekian dan Terima kasih



    ReplyDelete
  30. NAMA : LUH GAMIARSI
    NIM: 12.01.1.1.968
    SMST:VI (ENAM)

    Bali merupakan salah satu provinsi yang sangat dikenal di dunia internasional salah satunya dikarenakan budayanya yang masih dipegang kuat oleh masyarakatnya. Bali memiliki banyak sebutan yaitu bali seribu pura,pulau dewata,pulau surga. Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi inti dari sistem nilai dalam suatu kebudayaan sehingga agama dapat menjadi pendorong dan pengontrol tindakan anggota masyarakat agar tetap sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya. Ketika pengaruh agama menjadi kuat terhadap sistem nilai kebudayaan suatu masyarakat, maka sistem nilai kebudayaan itu terwujud sebagai simbol suci yang maknanya bersumber pada ajaran agama yang menjadi kerangka acuannya. Apabila agama menjadi inti dari kebudayaan suatu masyarakat, maka fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi, dan membantu masyarakat untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral. Melalui pengalaman beragama (religious experience), yaitu penghayatan kepada Tuhan menyebabkan masyarakat memiliki kesanggupan, kemampuan, dan kepekaan rasa untuk mengenal dan memahami eksistensi Tuhan. Dengan demikian, agama memiliki daya konstruktif, regulatif, dan formatif dalam membangun tatanan hidup masyarakat terutama dalam masyarakat tempat nilai dan norma. Agama di bali tidak hanya agama hindu seperti yang dipaparkan di artikel,dan bali bukan hanya orang bali atau agama hindu yang tinggal dibali namun agama lain yang tinggal di balipun bisa dikatakan orang bali. Upacara merupakan ciri khas Pulau bali,dan agama hindu tidak lepas dariupacara,namun dijaman modern ini segala upacara sudah di praktiskan sebagai contoh dulu orang bali membuat canang dengan alat bantu“semat” namun dengan perkembangan jaman sekarang kebanyakan orang membuat canang dengan alat bantu steaples,ini membuktikan bahwa prilaku manusia dulu dan sekarang sudah berbeda,selain itu upacara seperti pengabenan dulu proses ngaben memakan waktu yang sangat panjang namun sekarang dengan adanya kremasi pengabenan tidak memakan waktu berminggu minggu,semakin jaman perubahan perilaku bali tentang upacara akan semakin praktis, Namun semakin adanya perubahan maka Bali yang diidentik dengan keunikan upacaranya akan pudar pula karena tradisi tradisi dulu sudah dipraktiskan,dengan kata lain upacara bali sekarang tidak seunik dulu.

    ReplyDelete
  31. nama: rudy
    nim: 12.01.1.1.1046
    jur: manajemen esekutif

    Menurut pendapat saya mengenai artikel diatas adalah memang benar bahwa masyarakat bali memang tidak bisa lepas dari hal upacara baik skala maupun niskala. Namun dizaman globalisasi ini, masyarakat bali dalam hal upacaranya lebih memodernkan budayanya sendiri. Misal saja, dari zamam ke zaman dalam upacaranya disertai dengan menyembah batu atau patung-patung yang berbentuk yang disimbolkan sebagai perwujudan dari Beliau. Namun dizaman globalisasi ini, maasyarakat bali tidak hanya mnyembah patung atau batu tersebut melainkan dijadikan sebagai bentuk dari kemunculan perekonomian yang baru. Tidak hanya itu, kemajuan globalisasi ini memang mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan bali itu sendiri seperti halnya dalam pelaksanaan upacaranya atau ritual-ritual lainnya yang pada masa perkembangannya sedikit mengalami perubahan. Dimana hal tersebut terjadi karena adanya percampuran antara budaya yang masuk dari luar bali dengan bali itu sendiri yang jauh lebih memungkinkan dan lebih simple dari sebelumnyya. Seperti halnya Upacara ngaben. Pada zaman sekarang ini pelaksanaan upacara ngaben tersebut sudah dipermudah dengan adanya kremasi. Namun Proses kremasi ini dilaksanakan sama halnya dengan upacara ngaben seperti biasanya tanpa mengurangi budaya ngaben itu sendiri dan kesakralan agama hindu tersebut. Yang membedakan hanya proses pembakarannya saja.

    ReplyDelete
  32. lanjutan:
    Masyarakat Bali khususnya memiliki beragam tradisi yang unik dan merupakan pengejawantahan dari ajaran Agama Hindu itu sendiri. Prinsip-prinsip keagamaan ditanamkan di semua lapisan masyarakat. Ajaran Panca Yadnya yang merupakan suatu bentuk pengorbanan tulus ikhlas kepada lima komponen yakni Dewa Yadnya kepada Tuhan beserta segala manifestasinya, Rsi Yadnya ditujukan kepada kaum brahmana yang akan memimpin suatu upacara agama, Manusa Yadnya ditujukan untuk kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri, Pitra Yadnya untuk para pitara atau leluhur, dan Bhuta Yadnya untuk memurnikan atau nyomya para bhutakala. Selanjutnya kelima bentuk pengorbanan suci dan tulus ikhlas tersebut diwujudkan ke dalam bentuk upacara dan tradisi yang beragam. Otonan merupakan salah satu bentuk upacara yang merupakan bagian dari Manusa Yadnya yang sesungguhnya bertujuan untuk menyucikan manusia itu secara lahir dan bathin disamping sebagai bentuk peringatan akan perubahan umur yang bersangkutan. Dalam lontar Dharma Kahuripan dan Jatma Prawerthi dikatakan bahwa Ida Bhatara Siwa menganugerahkan kepada Bhatara Surya untuk menerima persembahan dari manusia setiap ada perubahan atau penambahan umur. Otonan dilakukan setiap 6 bulan sekali menurut perhitungan kalender Bali. Dalam lontar tersebut juga dikatakan bahwa meskipun pelaksanaan otonan dalam skala yang kecil, namun selam hidupnya manusia tidak boleh tidak membuat otonan).
    Otonan yang dilakukan setiap 6 bulan sekali memiliki perhitungan tersendiri yakni mengandung unsur hari kelahiran, wuku, panca wara, dan sapta wara. Misalkan orang yang lahir pada wuku Landep, pada hari Selasa (Anggara) Umanis, maka otonan selanjutnya akan dilakukan 6 bulan berikutnya pada wuku, dan panca wara serta sapta wara yang sama. Berbeda halnya dengan ulang tahun yang pada era modernisasi ini sudah merambah kehidupan Umat Hindu di Bali. Ulang tahun memang merupakan bentuk peringatan terhadap tanggal kelahiran seseorang dan itu dirayakan setahun sekali seusia kalender masehi, tanpa memperhatikan hari kelahiran berdasarkan perhitungan kalender Bali tentunya. Hal itulah yang membedakan Otonan dan ulang tahun secara mendasar. Perayaan ulang tahun sesunggunya merupakan produk dari modernisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi dan informasi yang sedemikian pesatnya. Menghadapi hal tersebut, nampaknya Umat Hindu di Bali ikut terbawa dalam arus modernisasi tersebut. Setiap orang seakan berlomba untuk meghadapi fenomena tersebut, dan itu tentu berpengaruh terhadap kehidupan sosial religius Umat Hindu di Bali. Tradisi-tradisi warisan leluhur sedikit-demi sedikit seakan mulai dilupakan. Generasi muda pada masa kini lebih cenderung mengutamakan perayaan ulang tahun mereka dibandingkan dengan melaksnaakan upacara otonan yang sesunguhnya jauh lebih bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan mereka karena memiki nilai religius yang kental.

    ReplyDelete
  33. NAMA : I GUSTI KADEK AGUS STIADI
    NIS : 12.01.1.1.991
    SMESTER IV REGULER SORE

    Manusia Bali saat ini berada di tengah perubahan sosial dan budaya, serta berhadapan dengan arus globalisasi yang deras dan intensif, yang diperkirakan akan meruntuhkan manusia dan kebudayaan Bali. Keseimbangan sistem nilai mulai terguncang, struktur sosial mengalami tantangan berat, dan manusia Bali mengalami proses perubahan-perubahan internal yang mencemaskan. Posisi manusia Bali dalam realitas empiris sangat berbeda dengan realitas normatif. Kini manusia Bali menghadapi tantangan yang berat dan kompleks, dalam masyrakat dan kebudayaan yang sedang berubah. Maka salah satu persyaratan yang harus dimiliki adalah iman (sraddha) yang mantap. Manusia Bali memiliki budaya mengendalikan diri yang sangat tinggi dan mendalam.
    Manusia Bali adalah manusia etnis Bali, yaitu sekumpulan orang-orang yang mendiami pulau Bali, yang memiliki kesadaran tentang kesatuan budaya Bali, bahasa Bali dan kesatuan Agama Hindu yang membuat etnis Bali memiliki emosi etnosentris kebalian relatif lebih kuat, yang memiliki karakter dan sifat manusia Bali yang dianggap dominan adalah terbuka, ramah dan luwes, jujur, kreatif dan estetis, kolektif, kosmologis, religius, dan moderat.
    Manusia Bali memiliki keyakinan ajaran agama yang kompleks dan memiliki struktur sosial dalam bentuk kasta, maka manusia Bali selalu diharapkan memiliki sifat potensial dalam menghadapi persaingan yang ketat, karena itu manusia diharapkan memiliki sifat yang dikenal dengan sifat jengah. Hal ini yang menjadi ciri budaya manusia Bali yang unik dan memiliki sifat patrilineal yaitu memposisikan nilai lebih laki-laki lebih bermakna dan lebih tinggi daripada posisi dan nilai-nilai perempuan. Dari perspektif mikro manusia Bali memiliki sifat multi-dimensional antara lain sebagai manusia religius, manusia budaya, manusia sosial, manusia simbolis, manusia estetis, manusia politis, dan manusia ekonomis.
    Manusia Bali tradisi bertolak dari teori sosial bahwa manusia pada awalnya melakukan aktivitas kreatif dan aktivitas yang kontinu untuk menciptakan masyarakat dan kebudayaan. Sekarang masyarakat dan kebudayaan mem-pengaruhi dan menentukan manusia lewat nilai-nilai (baik dan buruk). Kebudayaan Bali telah berfungsi secara aktif memenuhi segala kebutuhan manusia Bali.
    Sedikitnya terdapat 15 proses sosial dan budaya yang menghanyutkan, bahkan menenggelamkan manusia Bali, di antaranya pada point 3 yaitu proses estetik klasik menuju estetik modern, manusia Bali mengalami improvisasi dan modernisasi. Point 4 adalah proses budaya klasik yang spiritual menuju budaya pasar yang menipiskan sikap kebaliannya dengan menyontoh produk luar. Lingkungan sosial dan budaya tradisi telah membentuk dan mempengaruhi sifat, sikap dan perilaku manusia Bali.
    Guncangan menuju akar budaya. Untuk memahami guncangan yang ditimbulkan oleh proses sosial dan budaya menuju akar-akar budaya Bali, memakai pendekatan falsifikatif. Ada fenomena sosial yang dianggap mengancam dan mengarahkan kepada akar budaya Bali, antara lain munculnya peralihan batiniah, dalam kasus semakin banyak manusia Bali beralih ke agama baru.
    Manusia Bali dihadapkan persoalan dilematis bahwa ada keinginan mempertahankan akar budaya yang total yang bernafaskan religius tetapi di pihak lain ingin membangun kebudayaan industri yang mengutamakan sains dan teknologi. Maka diperlukan kewaspadaan dari setiap manusia Bali untuk mengantisisipasi perubahan.
    Dalam perkembangan berikutnya generasi muda Hindu telah memiliki kegairahan untuk merekonstruksi budaya dan adat Bali, serta melakukan revitalisasi dalam pemahaman dan penghayatan Agama Hindu, karena Agama Hindu merupakan unsur budaya universal yang menjadi jiwa (spirit) dari kebudayaan Bali.
    Mendambakan manusia Bali modern yang memiliki sikap optimistis untuk menatap masa depan yang lebih pasti, mampu meng-akomudasikan kebudayaan Bali dan memiliki kemantapan hati dan iman akan mencapai tahapan kehidupan sejahtera yang penuh keseimbangan.

    ReplyDelete
  34. NAMA: Ni Nyoman Swarnipratiwi
    NIM: 12.01.1.11013
    Kls : Eksekitif
    Dalam menghadapi guncangan perubahan yang begitu cepat dan hebat, maka orang Bali harus menemukan kembali identitas dirinya untuk membangun pijakan budaya yang kuat. Tuntutan penguatan budaya itu, bahkan kini semakin relevan di tengah guncangan globalisasi. Tanpa penguatan kebudayaan, orang Bali akan kehilangan kekuatan untuk mempertahankan jati dirinya dalam menghadapi penetrasi budaya global yang begitu ganas. Sementara itu, budaya tidaklah statis, tetapi dinamis dan terbuka untuk perubahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. Nilai-nilai yang baik dari luar dapat saja dan perlu diadopsi sesuai dengan sistem nilai budaya Bali.
    Ritualisasi tindakan mengendalikan diri (atau ketiadaan) adalah corak penting dari ekspresi keagamaan di kalangan masyarakatHindu Bali, yang karena alasan ini telah menjadi terkenal karenaperilaku anggun dan sopan mereka. Misalnya salah satu upacara penting di sebuah kuil Hindu di desa memiliki penampilan spesial sendratari (seni drama-tari), pertempuran antara mitoskarakter Rangda sang penyihir (mewakili adharma, sepertiketiadaan keteraturan) dan Barong sang pelindung (umumnyaseperti singa, mewakili dharma), di mana para pemainmengalami kerasukan dan mencoba menusuk diri dengan senjatatajam (umumnya keris). Drama-tari ini umumnya tampak selesaitanpa akhir, tidak ada pihak yang menang, karena tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keseimbangan
    Namun pada kenyataannya yang terjadi orang Bali memang kurang bisa mempertahankan keBaliannya. Entah tuntutan ekonomi ataupun rasa gengsi yang menyebabkan perubahan ini. Karena pada masa sekarang, orang lebih senang membeli banten dengan alasan kepraktisan, sehingga menyebabkan tumbuhnya jiwa pemalas dalam jiwa orang Bali itu sendiri. Jangan salahkan si penjual banten menjadikan hal ini sebagai ajang bisnis dengan meraup keuntungan sebesarnya, karena ini juga salah kita sendiri. Jika ada oknum yang mengagungkan uang, maka itu memang kitalah yang menciptakan ruang semacam itu. Alasannya simple, karena ingin cepat dan mudah. Kita mulai mengenyampingkan rasa kejujuran dalam diri yang tanpa kita sadari akan berdampak buruk bagi sekitar. Cara yang mudah dan sangat kampungan.

    ReplyDelete
  35. PUTU MERTAYANA
    12.01.1.1.1014/EKSEKUTIF MANAJEMEN
    Pulau Bali adalah salah satu dari sekian banyak pulau-pulau di Indonesia yang mempunyai kekayaan budaya dan mampu memeliharanya walaupun era globalisasi dengan segala dampaknya menerjang dengan intensitas yang tinggi, namun Bali yang dijuluki surganya wisata itu,
    masyarakatnya tetap konsisten dengan budayanya sendiri yang sudah diwariskan oleh nenek moyangnya dari berbagai generasi. Walaupun Pulau Bali dikunjungi oleh wisatawan dari dalam negeri maupun manca negara dimana tidak menutup kemungkinan terselipnya pola hidup barat disekitarnya, namun kehidupan masyarakat Bali dan kultur budayanya tak mengalami pergeseran.
    Bali merupakan provinsi di indonesia yang mayoritas penduduknya beragama hindu,kegiatan upacara adat agama hindu di bali dapat kita jumpai setiap hari. Karenanya masyarakat bali terkenal sangat kukuh mempertahankan adat dan budayanya sendiri walaupun dikunjungi oleh berbagai wisatawan dari berbagai belahan dunia,
    Disadari atau tidak aktifitas penyelenggaraan upacara adat agama hindu di bali inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab banyak wisatawan yang menghabiskan liburan mereka di bali,tentunya disamping faktor adanya tempat wisata di bali yang menarik dikunjungi.
    Berkaitan dengan hubungan Upacara, Budaya, dan Ekonomi, disini sangat erat kaitannya sebagai bisnis yang sangat besar dan sudah dilakukan oleh orang Bali sendiri. Banyak uang yang berputar ketika orang Bali melaksanakan Upacara, seperti banyaknya bahan-bahan yang harus dibeli untuk keperluan upacara. Selain itu juga dalam pelaksanaan Upacara secara tidak sengaja akan menjadi daya tarik wisatawan sebagai tontonan yang mendatangkan income lebih besar dari biaya yang digunakan untuk upacara. Disini kita harus jeli dalam melihat sisi lain dari Upacara yang dilakukan orang Bali, secara tidak langsung orang Bali telah memajukan perekonomian dengan adanya Budaya yang dimiliki. Agar lebih ditekankan dalam penggunaan sarana untuk upacara diharapkan menggunakan produk lokal yang telah dimiliki.

    ReplyDelete
  36. NAMA : SRI INDRAWATI
    NIS : 12.01.1.1.963
    SMESTER VI REGULER SORE
    Acara agama Hindu merupakan bentuk pelaksanaan ajaran agama yang tercermin dalam kegiatan praktis bagaimana menunjukkan rasa bhakti dan kasihnya kepada Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, kepada leluhur/roh nenek moyang, kepada sesama manusia dan kepada orang-orang suci kepada alam semesta seisinya
    Bahwa pelaksanaan ajaran Agama Hindu mengacu pada tiga kerangka dasar yaitu tatwa (fisafat), susila (etika) dan upacara (ritual). Yang akan dibicarakan disini nanti adalah acara agama sebagai salah satu dari kerangka dasar Agama Hindu tersebut.
    Dalam masyarakat manusia, yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai tempat waktu dan keadaan maka cara-cara yang ditempuh dalam menunjukkan rasa bhakti pada Hyang Widhi dansegala ciptaan-Nya makaperlu memahami acara Agama Hindu. Demikian juga untuk menjaga keharmonisan alam semesta inilah maka umat Hindu supaya betul-betul melaksanakan Tri hita karana sesuai dengan ajaran agama.
    Manusia dianugerahi pemikiran, perasaan dan daya karsa dan usaha, oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitasnya sebagai manusia perlu kiranya meningkatkan pengetahuan tentang sradha bakti dan karmanya untuk mewujudkan tujuan beragama Hindu yaitu Moksartham Jagadita ya ca iti Dharma.

    ReplyDelete
  37. NAMA : SRI INDRAWATI
    NIS : 12.01.1.1.963
    SMESTER VI REGULER SORE
    Upacara
    Upacara berasal dari kata upa dan cara. Upa artinya berhubungan dengan, cara artinya berserak kemudian mendapat akhiran a berarti gerakan. Selanjutnya arti upacara adalah :
    – gerakan (pelaksanaan) dari upakara-upakara pada pelaksanaan suatu yajna.
    – Serangkaian perilaku berupa cara cara melakukan hubungan antara Atman dengan Paramatman, antara manusia dengan Hyang Widhi beserta manifestasinya.
    Upakara
    Upakara berasal dari kata upa dan kara, Upa artinya berhubungan dengan, kara artinya perbuatan atau pekerjaan. Upakara adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan (perbuatan). Kemudian yang dimaksud adalah sarana keagamaan yang berbentuk sesaji dan segala perlengkapan
    Peranan Acara
    – Tertib hokum dan moral
    – Jagadita – kesejahteraan manusia
    Yajna/upacara bagian ketiga dari kerangka dasar ajaran agama Hindu. Ditinjau dari sudut filsafatnya yajna berarti cara melakukan hubungan antara Atman dengan Paramatman, antara manusia dengan Hyang Widhi Wasa serta semua Agama : Agama Saiwa, Waisnawa, Saktisme, manifestasinya.
    Pola pikir manusia semakin luas maka pengertian yajna kemudian tidak hanya pemujaan pada Agni tapi juga pada Aspek lain. Agni berkedudukan sebagai perantara manusia berhubungan dengan Tuhan dan dengan Dewa-Dewa. Jadi kemudian Yajna berarti segala bentuk pemujaan dan persembahan dan pengorbanan yang tulus ikhlas yang timbul dari hati yang suci demi maksud yang mulia dan luhur.
    Masyarakat umum sering mempunyai pengertian bahwa yajna hanya berkisar pada upacara atau ritual semata, walaupun itu tidak salah tapi sebetulnya upacara hanyalah salah satu bentuk yajna yang tampak dengan nyata.


    ReplyDelete
  38. NAMA : MADE BAMBANG SUKADANA
    NIM : 12.01.1.1.995
    SMTR ; VI ( ENAM )

    Sebagai orang bali, saya merasa setuju dengan artikel di atas, dimana orang bali yang modern telah tersentuh arus globalisasi dimana tidak menghilangkan kearifan lokal bali itu sendiri. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kehidupan orang bali ke depannya, namun dilihat dari pribadi orang bali itu sendiri, apakah bisa memanfaatkan arus globalisasi dengan baik atau malah sebaliknya. Jadi perlu kita memilah antara yang baik dan bermanfaat bagi budaya kita, dan yang buruk perlu kita buang saja. Berkaitan dengan hubungan Upacara, Budaya, dan Ekonomi, disini sangat erat kaitannya sbagai bisnis yang sangat besar dan sudah dilakukan oleh orang Bali sendiri. Banyak uang yang berputar ketika orang Bali melaksanakan Upacara, seperti banyaknya bahan-bahan yang harus dibeli untuk keperluan upacara. Orang Hindu Bali telah melakukan setiap kegiatan selalu berhubungan dan berdampingan dengan sekala-niskala itu sudah terjadi sejak dari dulu. Setiap kehidupan yang dijalani sudah berdampingan dengan sekala-niskala, itu dapat dilihat dari pertama lahir sampai mati kita tidak akan terlepas dengan yang namanya Upacara. Upacara ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara sekala dan niskala. Selain itu juga dalam pelaksanaan Upacara secara tidak sengaja akan menjadi daya tarik wisatawan sebagai tontonan yang mendatangkan income lebih besar dari biaya yang digunakan untuk upacara. Disini kita harus jeli dalam melihat sisi lain dari Upacara yang dilakukan orang Bali, secara tidak langsung orang Bali telah memajukan perekonomian dengan adanya Budaya yang dimiliki. Agar lebih ditekankan dalam penggunaan sarana untuk upacara diharapkan menggunakan produk lokal yang telah dimiliki.

    ReplyDelete
  39. Nama : Ni Luh Ardi
    Nim: 11.01.1.1.945
    semester VI / Reguler sore
    Menurut Pendapat saya" Tuhan menciptakan bumi beserta isinya tentu memiliki tujuan,demikian juga dengan cara,tatacara,upacara,agama dan budaya orang Bali.Saya rasa semua itu tercipta dan diciptakan memiliki suatu tujuan.Kalaupun Budaya orang Bali mengalami perubahan saya rasa syah-syah saja karena menurut sya perubahan itu kekal. Tergantung dari mana kita menilai perubahan itu,tentu saja ada sisi fositif dan negatifnya.Sisi positifinya kita ambil dan sisi negatifnya kita tinggalkan walaupun tidak bisa 100% meninggalkan dampak negatif,tergantung kita sebagai orang Bali menyikapinya.Perlu disadari bahwa karakter orang Bali adalah” lemah keluar dan keras kedalam”. Tetapi karena hal inilah orang Bali jadi terkenal,sedikit tidaknya karena kita ramah terhadap orang asing sedangkan terhadap saudara sendiri kita bertengkar. Sekali lagi itulah Orang Bali,....Terhadap julukan Orang Bali adalah Manusia Upacara,..menurut pendapat saya “wajar-wajar saja kita disebut demikian karena keseharian dalam kehidupan kita adalah Upacara,..dan oleh karena upacara itu Bali jadi terkenal..dan ini memang harus kita pertahankan agar Bali tetap Terkenal.
    Suksema,,

    ReplyDelete
  40. NAMA : Dewi Adnyani
    NIS : 12.01.1.1.987
    SMESTER VI REGULER SORE

    Dahulu orang bali melaksankaan upacara itu karena wahyu tuhan, yang menyebabkan banyak menganut aliran terutama mengenai dewa - dewa di bali, kemuadia setelah berkembangnya perdaban manusia, maka di kembangkanlah berbagai metode - metode dalam melaukan persembahnyangan di bali, maka dari itu metode - metode tersebut di bukukan dalam lontar - lontar dan di kembangkan hingga saat ini, dalam perkembangannya lontar tersebut mulai dirubah karena mengalami pergeseran secara struktural dalam melaksanakan kegiatan persembahyangan baik secara kecil sedang maupun besar. maka dari itu yadnya merupakan upacara yang begitu di saklarkan hingga mengalami perubahan - perubahan yang cukup berarti walaupun banyak yang di rubah, tetapi makna dan maksudnya masih di lestarikan hingga kini.

    ReplyDelete
  41. NAMA : KETUT MULIAWATI
    NIS : 12.01.1.1.970
    SMESTER VI REGULER SORE
    Bali adalah sebuah pulau kecil dengan luas wilayah 5.632,86 km² dan dihuni lebih-kurang tiga juta orang penduduk. Berbeda dengan pulau lainnya di Indonesia, Bali tidak memiliki kekayaan alam yang melimpah sehingga dari segi ekonomi Bali ini tidak memiliki daya tawar yang tinggi di tingkat nasional. Demikian halnya dalam bidang politik, jumlah pemilih Bali yang tidak lebih dari tiga juta jiwa dengan sembilan wakil rakyat di DPR dan empat orang anggota DPD, bukanlah jumlah yang signifikan untuk dapat mempengaruhi situasi perpolitikan nasional. Akan tetapi, Bali dengan keindahan alam dan budayanya menjadikannya sebagai pusat perhatian dunia. Ibarat pepatah mengatakan ”kandik ulung di natah sing ada nak ningeh, kewale jaum ulung di peken Badung pedingehan kanti ke Australia” (Kapak jatuh di halaman rumah tiada yang mendengar, tetapi jarum jatuh di Pasar Badung suaranya terdengar sampai di Australia).
    Sebagai sebuah pulau kecil, lukisan alam Bali tampak begitu mempesona sehingga menjadi arena perburuan para penikmat keindahan. Laut, gunung, sungai, danau, hutan, sawah, dan ladang menghiasi Bali dan merajut sebuah simfoni alam yang indah dan eksotik. Lukisan alam ini semakin dipercantik oleh warna-warni kehidupan sosial-budaya masyarakat Bali yang dipenuhi dengan ritual-ritual untuk mengharmoniskan kehidupan mereka dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lingkungannya. Oleh karena itu, berbagai julukan yang diberikan kepada Bali seperti pulau surga (the paradise island), pulau seribu pura (the island with thousand temple), pulau dewata (the Gods island), atau paginya dunia (the morning of the wolrd), tampaknya bukan sesuatu yang berlebihan.
    Namun demikian, fenomena belakangan ini menunjukkan bahwa Bali telah berubah. Wajah Bali masa kini tidak lagi secantik Bali tempoe doeloe. Sebuah kejutan ditulis oleh Bawa Atmadja (2005) bahwa Bali pulau seribu pura sudah tak seindah penampilannya. Sementara bangunan-bangunan suci berdiri dengan megahnya, ritual keagamaan yang semakin marak, serta tingginya intensitas ceramah keagamaan, di sisi lain kafe remang-remang, prostitusi ilegal, dan tindakan kriminalitas lainnya juga semakin menjamur. Wajah Bali yang dahulu dilukis dengan religiusitas, keramah-tamahan masyarakat, dan pesona alaminya, kini mulai menampakkan sisi gelapnya seiring berjalannya waktu. Lebih celaka lagi, fenomena paradoks tersebut hadir dalam satu wilayah yang sama, yakni desa pakraman. Padahal, desa pakraman merupakan wadah berlangsungnya segala aktivitas adat, budaya, dan agama masyarakat Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu.
    Fenomena di atas menunjukkan manusia Bali dewasa ini sedang mengalami kegamangan dan kebingungan di tengah gelombang perubahan yang berlangsung begitu cepat dan rumit. Daya tahan kebudayaan pun makin rapuh di tengah kuatnya terjangan globalisasi dan modernisasi. Identitas Bali secara kultural menjadi makin kabur di tengah benturan kebudayaan global. Memang tak dapat dipungkiri bahwa globalisasi dan modernisasi telah menghegemoni dan mendominasi dunia sehingga tidak ada satu bangsa pun yang dapat menolaknya. Sebagaimana telah diramalkan oleh Francis Fukuyama dalam The End of History And The Last Man (2002) bahwa ideologi kapitalisme dan demokrasi liberal yang menjadi pemenang dalam perang dingin

    ReplyDelete
  42. NAMA : KETUT MULIAWATI
    NIS : 12.01.1.1.970
    SMESTER VI REGULER SORE
    LANJUTAN
    akan menjadi akhir dari sejarah manusia. Oleh karena itu, kebertahanan budaya Bali saat ini tergantung pada kesiapan orang Bali dalam menyikapi globalisasi dan modernisasi.
    Tantangan masyarakat Bali dalam menangkal pengaruh negatif budaya global dewasa ini memang semakin berat, terutama jika dikaitkan dengan pengembangan industri pariwisata Bali. Budaya global yang antara lain ditandai dengan terbukanya akses pergaulan antaretnik dan antarbangsa, serta tingginya mobilitas penduduk mengakibatkan masuknya berbagai macam kebudayaan asing ke Bali. Malahan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian orang Bali lebih tertarik dan justru ngotot mengadopsi budaya dari luar. Sistem nilai budaya dari luar, bahkan dipakai sebagai ukuran untuk menggeser budayanya sendiri yang telah diwariskan oleh leluhur. Ini merupakan persoalan yang dilematis karena di satu sisi sektor pariwisata telah menjadi primadona dan tulang-punggung perekonomian Bali, sebaliknya budaya tourism menawarkan berbagai ekses negatif yang secara laten dapat meruntuhkan sendi-sendi kebudayaan Bali. Oleh karena itu, faktor kemanusiaan dan entitas budaya lokal tidak dapat diabaikan dalam pengembangan kepariwisataan di Bali. Dengan kata lain kehidupan masyarakat Bali tidak boleh tercerabut dari akar budayanya hanya karena penekanan segi komersial dari kepariwisataan (tourism).
    Pada dasarnya, uraian di atas menunjukkan bahwa masyarakat Bali sesungguhnya tengah mengalami ketegangan sosio-budaya yang disebabkan oleh terbukanya pergaulan antaretnis, bangsa, sosial, politik, budaya, dan agama. Ketegangan semakin memuncak ketika masyarakat lokal semakin terpinggirkan dengan semakin derasnya arus pendatang. Kekalahan penduduk lokal ini sekaligus menjadi indikator perubahan karakter orang Bali sebagai berikut. Pertama, akibat ketidaksiapan dan ketidakmampuan penduduk lokal dalam bersaing dengan pendatang (new comers), terutama dalam perebutan sektor-sektor ekonomi. Kedua, persaingan dan pemilahan antara penduduk asli (pribumi) dan pendatang melalui katagorisasi beroposisi (binary opposition) telah membentuk karakter orang yang penuh dengan perasaan curiga, terlebih-lebih lagi sikap itu dijustifikasi melalui simbol-simbol kultural. Ketiga, perubahan karakter orang Bali juga dipengaruhi oleh proses moneterisasi. Keempat, banyak institusi sosial dan kultural mulai tidak mampu memerankan fungsi-fungsi manifes, justru cenderung hanya menjadi media untuk menghidupkan “keagungan fisikal masa lalu”. Dan kelima, sekalipun wacana mengenai pentingnya kebudayaan sebagai “panglima” pembangunan Bali, tetapi dalam implementasinya alokasi biaya untuk bidang ini belum sesuai dengan wacana dan harapan (Triguna, 2004:11). Di samping faktor eksternal tersebut, perubahan karakter orang Bali juga disebabkan oleh dorongan internal yang senantiasa ingin berubah. Sebagaimana ungkapan orang bijak bahwa yang hakiki adalah perubahan itu sendiri.
    Dalam menghadapi guncangan perubahan yang begitu cepat dan hebat, maka orang Bali harus menemukan kembali identitas dirinya untuk membangun pijakan budaya yang kuat. Tuntutan penguatan budaya itu, bahkan kini semakin relevan di tengah guncangan globalisasi. Tanpa penguatan kebudayaan, orang Bali akan kehilangan kekuatan untuk mempertahankan jati dirinya dalam menghadapi penetrasi budaya global yang begitu ganas. Sementara itu, budaya tidaklah statis, tetapi dinamis dan terbuka untuk perubahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. Nilai-nilai yang baik dari luar dapat saja dan perlu diadopsi sesuai dengan sistem nilai budaya Bali.

    ReplyDelete
  43. NAMA : KETUT MULIAWATI
    NIS : 12.01.1.1.970
    SMESTER VI REGULER SORE
    LANJUTAN

    2. Historis Membentuk Identitas Kebudayaan Bali
    Kebudayaan Bali sekarang ini merupakan buah dari proses historis yang cukup panjang. Pelacakan terhadap sejarah kebudayaan Bali dari data arkeologis menunjukkan bahwa manusia Bali telah mengembangkan kebudayaannya sejak zaman prasejarah, yakni masa meramu, berburu, bercocok tanam, dan puncaknya terjadi pada masa perundagian. Masa perundagian ditandai dengan mulai munculnya sistem hidup berkelompok, serta munculnya kepercayaan dan konsep-konsep keagamaan yang sifatnya religius-magis. Keyakinan terhadap adanya hidup setelah kematian, adanya roh leluhur, dan gunung sebagai alam arwah merupakan bentuk-bentuk religi asli Bali di masa itu. Kepercayaan masyarakat primitif yang berkarakter religius-magis menjadi medan yang memungkinkan terjadinya dialog dengan agama Hindu yang datang dari India (Ardhana dalam Ayatrohaedi, 1986).
    Namun demikian, perubahan besar dalam kebudayaan Bali boleh dikatakan terjadi setelah adanya kontak antara kebudayaan lokal dengan agama Hindu yang sekaligus membawa Bali ke zaman sejarah. Dalam hubungan antara dua kebudayaan ini, tampaknya masyarakat Bali cukup selektif dan kritis sehingga memungkinkan terjadinya sebuah dialog. Proses dialogis yang terjadi melahirkan bentuk agama Hindu Bali yang unik dan khas dengan karakter-karakter lokal, serta membedakannya dengan agama Hindu di tanah kelahirannya, India. Kemampuan kebudayaan lokal untuk beradaptasi dengan kebudayaan luar inilah yang kemudian dikenal dengan istilah local genious. Istilah ini untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Quarich Wales untuk menjelaskan kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu berhubungan (Magetsari, 1986:56). Uraian ini menegaskan bahwa manusia Bali sesungguhnya memiliki karakter yang kuat ketika berhadapan dengan kebudayaan asing sehingga eksistensi budaya lokal tetap dapat dipertahankan.
    Dalam perkembangan selanjutnya kebudayaan Bali terus-menerus berproses secara dialektis dan transformatif sehingga menampilkan bentuk kebudayaan Bali seperti sekarang ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Swellengrebel (1960) bahwa kebudayaan Bali dibentuk oleh unsur-unsur tradisi kecil, tradisi besar, dan tradisi modern. Tradisi kecil, yaitu tradisi yang berorientasi pada kebudayaan lokal mempunyai ciri-ciri, antara lain sistem ekonomi sawah dengan irigasi; kerajinan meliputi besi, perunggu, celup, dan tenun; pada pura terdapat sistem ritual dan upacara keagamaan yang sangat kompleks; tari dan tabuh dipakai dalam rangka upacara di pura. Tradisi besar, yaitu tradisi yang berorientasi pada agama dan kebudayaan Hindu dalam kehidupan masyarakat Bali menampakkan ciri-ciri, antara lain kekuasaan yang pusat kedudukannya adalah raja sebagai keturunan Dewa; adanya tokoh pedanda; adanya upacara pembakaran mayat (ngaben) bagi orang yang meninggal; adanya sistem kalender Hindu-Jawa; pertunjukkan wayang kulit, dll (Geria, 2000:48). Sementara itu, tradisi modern, yaitu tradisi yang mencakup unsur-

    ReplyDelete
  44. NAMA : KETUT MULIAWATI
    NIS : 12.01.1.1.970
    SMESTER VI REGULER SORE
    LANJUTAN

    unsur yang berkembang sejak zaman penjajahan, zaman kemerdekaan, sampai dengan era globalisasi sekarang ini. Ciri-cirinya, antara lain pendidikan massal; sistem agama dirasionalisasi, terkoordinasi, dan terkomunikasikan ke dalam maupun keluar, kerajinan bersifat produksi massal; adanya orientasi ke depan yang diintrodusir oleh berbagai departemen, dll. (Mc. Kean dalam Geria, 2000). Dari proses tersebut dapat dipahami bahwa interaksi antara tradisi kecil dan tradisi besar membuahkan kebudayaan Bali tradisional yang bercirikan budaya ekspresif dengan dominannya nilai-nilai religius, estetika, dan solidaritas. Sebaliknya, pertemuan kebudayaan Bali tradisional dengan tradisi modern ditandai dengan terintegrasinya nilai-nilai modern dalam kebudayaan Bali, seperti rasionalisasi dan komersialisasi budaya.
    Sejarah juga menunjukkan bahwa masyarakat Bali adalah masyarakat yang terbuka dalam menerima kehadiran etnik lain. Hubungan antara Bali dan masyarakat luar, baik melalui hubungan politik maupun ekonomi atau perdagangan di masa lampau telah menjadikan masyarakat Bali sebagai masyarakat multietnik. Ini menyebabkan masyarakat Bali saat ini bukan lagi masyarakat yang homogen, melainkan masyarakat yang heterogen. Malahan, heterogenitas tersebut merambah hampir semua lini kehidupan masyarakat meliputi bidang ekonomi, agama, sosial-budaya, dan sebagainya.
    Meskipun etnik Bali (beragama Hindu) merupakan kelompok etnik dominan, tetapi dalam kenyataannya memberikan ruang gerak dan kebebasan kepada etnik lain sebagai etnik minoritas untuk mengembangkan kebudayaannya. Hal ini tampak dari rasa persaudaraan yang terjadi antaretnik yang didasari oleh nilai-nilai kearifan lokal budaya Bali. Walaupun diberikan kebebasan dalam mengembangkan kebudayaannya kelompok etnik minoritas tampaknya juga menyesuaikan diri dengan budaya dominan (Bali). Hal ini tampak dalam membuat bangunan tempat suci, seperti mesjid dengan mengadopsi unsur budaya Hindu arsitektur Bali yang tampak dari atap mesjid bertumpang satu (Stutterheim, 1927:114; Pijper, 1947:275-276). Di berbagai wilayah di Bali etnik pendatang menjadi anggota sekaa subak, bahkan ada yang menjadi pengurus. Hubungan antaretnis yang menunjukkan adanya saling menghargai di antara kelompok-kelompok etnik bahkan sudah terjadi jauh sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan di Pura Batur Kintamani, Bangli. Di pura ini disamping menjadi tempat pemujaan dari etnik Bali yang beragama Hindu, di lingkungan pura juga terdapat tempat pemujaan bagi kelompok etnik keturunan Cina. Istilah Ciwa-Budha yang dikenal dalam masyarakat Bali juga menjadi bukti adanya perpaduan antara agama-agama yang pernah berpengaruh di Bali di masa yang lampau.
    Kedatangan etnis lain di Bali, baik yang tetap mempertahankan identitas kelompoknya maupun yang mengadopsi kebudayaan Bali dapat beradaptasi dan berintegrasi dalam kehidupan masyarakat Bali yang mayoritas. Dengan demikian, hubungan antaretnis menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas manusia Bali, baik secara individu maupun kolektif, yakni manusia Bali yang mempunyai sifat permisif dan toleran terhadap agama dan kebudayaan lain serta mampu hidup bersama dalam keberagaman.

    ReplyDelete
  45. NAMA : KETUT MULIAWATI
    NIS : 12.01.1.1.970
    SMESTER VI REGULER SORE
    LANJUTAN

    Melihat perjalan sejarah tersebut, kebudayaan Bali sekarang ini merupakan hasil dari pertemuan antarbudaya yang terjadi secara dialogis-transformatif, yakni antara kebudayaan lokal dan kebudayaan asing yang datang belakangan. Dominannya nilai-nilai religius, estetis, dan solidaritas dalam kebudayaan Bali tradisional selama berabad-abad telah membentuk karakter manusia Bali. Nilai tersebut diekspresikan dalam pelaksanaan ajaran agama Hindu yang didasari oleh tattwa-susila-acara, dalam aktivitas berkesenian, dan tingginya rasa persaudaraan dalam konteks panyama-brayan. Ketiganya hidup subur dalam aktivitas di desa pakraman.

    ReplyDelete
  46. Nama : Putu Eka Pratama Mandala Putra
    NIM : 13.01.1.1.170
    Jurusan: Manajemen (Reg. Sore)
    Semester : Ampulen

    Orang Bali tempo dulu melakukan Upacara secara sakral dan menurut kemampuan dalam artian yadnya yang di lakukan secara tulus iklas tanpa memandang aspek saling berlomba untuk kelihatan mewah, ada istilah nista yadnya : Upacara yadnya yang dilakukan secara sederhana namun bermakna, pada jaman sekarang banyak orang yang melakukan Upacara yadnya, saling berlomba untuk mengejar kemewahan, contoh sederhana saja Upacara Pawiwahan. Jaman Dulu cukup dengan istilah nanjung sambuk itu sudah disebut sah dalam agama hindu, namun saat ini seiring perkembangan jaman banyak upacara yang dilakukan sebelum upacara pawiwahan, seperti foto Pra Wedding dan Resepsi padahal jika dilihat tanpa hal itupun pernikahan akan tetap sah.

    Dari cara berpakaian juga pada saat upacara jaman dulu wanita cukup mempunyai satu kebaya yang dipakai setiap ada upacara tentunya dengan model jaritan yang sopan namun saat ini wanita berlomba-lomba membuat kebaya dengan warna yang beragam dan modelnya tidak lagi menuruti aturan ke pura seperti lengan kebaya yang pendek, kamen yang pendek bahkan rambut yang terurai padahal jaman dulu pakaian ke pura sangat sopan dan rambut harus diikat rapi bila perlu di sanggul.

    ReplyDelete
  47. Nama : Luh Ayu Dewi Martina
    NIM : 12.01.1.1.994
    Semester : VI (enam)

    Dulu upacara yang ada di Bali salah satunya upacara ngaben, khususnya dalam hal pembakaran mayatnya dilakukan di setra menggunakan sarana 'wadah', kemudian abunya dihanyut ke Segara. Dilihat dari biaya yang dikeluarkan pun tergolong besar. Namun kini prosesi pembakaran mayat sudah mulai bergeser ke arah yang lebih modern seperti dengan cara kremasi di krematorium. dilihat dari segi waktu yang dihabiskan lebih singkat sehingga biayapun lebih hemat. Namun setelah dikremasi harus tetap dihanyut sesuai dengan budaya yang berkembang.

    Walaupun dengan perubahan jaman dan kemajuan teknologi makna dari prosesi pembakaran ini tidak mengurangi nilai religi dan kesakralannya.
    Karena pada dasarnya tujuan dari pengabenan (baik dibakar dengan wadah ataupun kremasi) adalah untuk menghancurkan badan kasar menjadi abu untuk menjalani proses upacara selanjutnya.

    ReplyDelete
  48. Nama :Komang Ayu Fitriani
    NIM :12.01.1.1.1045
    Jurusan: Manajemen Eksekutif

    Bali merupakan salah satu provinsi yang sangat dikenal di dunia internasional salah satunya dikarenakan budayanya yang masih dipegang kuat oleh masyarakatnya. Bali memiliki banyak sebutan yaitu bali seribu pura,pulau dewata,pulau surga. Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi inti dari sistem nilai dalam suatu kebudayaan sehingga agama dapat menjadi pendorong dan pengontrol tindakan anggota masyarakat agar tetap sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya. Ketika pengaruh agama menjadi kuat terhadap sistem nilai kebudayaan suatu masyarakat, maka sistem nilai kebudayaan itu terwujud sebagai simbol suci yang maknanya bersumber pada ajaran agama yang menjadi kerangka acuannya. Apabila agama menjadi inti dari kebudayaan suatu masyarakat, maka fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi, dan membantu masyarakat untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral. Melalui pengalaman beragama (religious experience), yaitu penghayatan kepada Tuhan menyebabkan masyarakat memiliki kesanggupan, kemampuan, dan kepekaan rasa untuk mengenal dan memahami eksistensi Tuhan. Dengan demikian, agama memiliki daya konstruktif, regulatif, dan formatif dalam membangun tatanan hidup masyarakat terutama dalam masyarakat tempat nilai dan norma. Agama di bali tidak hanya agama hindu seperti yang dipaparkan di artikel,dan bali bukan hanya orang bali atau agama hindu yang tinggal dibali namun agama lain yang tinggal di balipun bisa dikatakan orang bali. Upacara merupakan ciri khas Pulau bali,dan agama hindu tidak lepas dariupacara,namun dijaman modern ini segala upacara sudah di praktiskan sebagai contoh dulu orang bali membuat canang dengan alat bantu“semat” namun dengan perkembangan jaman sekarang kebanyakan orang membuat canang dengan alat bantu steaples,ini membuktikan bahwa prilaku manusia dulu dan sekarang sudah berbeda,selain itu upacara seperti pengabenan dulu proses ngaben memakan waktu yang sangat panjang namun sekarang dengan adanya kremasi pengabenan tidak memakan waktu berminggu minggu,semakin jaman perubahan perilaku bali tentang upacara akan semakin praktis, Namun semakin adanya perubahan maka Bali yang diidentik dengan keunikan upacaranya akan pudar pula karena tradisi tradisi dulu sudah dipraktiskan,dengan kata lain upacara bali sekarang tidak seunik dulu.

    ReplyDelete
  49. Nama : Made Eddy Putra Nusantara
    NIM : 12.01.1.1.1018
    Jurusan : Manajemen Eksekutif

    Perubahan adalah hal yang paling kekal. Perubahan sangat diperlukan pada saat dimana suatu keadaan perlu untuk ditingkatkan sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya.

    Sebagai orang bali, saya sependapat dengan artikel di atas, dimana orang bali yang modern telah tersentuh arus globalisasi dimana tidak menghilangkan kearifan lokal bali itu sendiri. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kehidupan orang bali ke depannya, namun dilihat dari pribadi orang bali itu sendiri, apakah bisa memanfaatkan arus globalisasi dengan baik atau malah sebaliknya.Dengan adanya pencampuran antara arus modern dan kearifan lokal bali, manfaat yang dirasakan oleh umat hindu di antaranya :
    - Semakin berkembangnya dan semakin banyaknya jumlah masyarakat, dalam melakukan upacara ngaben saat ini dipermudah dengan cara kremasi dimana tidak menghilangkan kesakralannya.
    - Dengan adanya kemajuan teknologi saat ini seperti televisi, Handphone, internet dan sebagainya, semakin mempermudah akses promosi utamanya ke kancah internasional, sehingga nama semakin dikenal. Hal ini sangat membantu meningkatkan kehidupan perekonomian di bali yang saat ini maju di bidang pariwisatanya.

    Adanya perubahan lain pada umat Hindu di Bali dalam kaitannya dengan upacara adalah masalah banten. Banten yang notabene terdiri dari daun, bunga, buah, dupa, janur (busung) bahkan seiring perkembangan jaman kini dalam banten terdapat minuman-minuman seperti minuman kaleng maupun dalam bentuk botol. Entah apa makna itu semua? Di samping itu pula banten kini di jadikan ajang bisnis atau di jual (banten yang sudah jadi, misalnya Banten untuk odalan, otonan dll) karena kebanyakan sekarang tidak bisa membuat banten itu sendiri dan juga alasan kepraktisan karena kesibukan bekerja. Dulu di setiap adanya yadnya, orang bergotong royong membuat banten. Moment ini bisa dijadikan sebagai tempat untuk belajar cara membuat banten, juga sebagai ajang berkumpulnya keluarga bahkan tetangga yang biasanya selalu sibuk dengan urusan masing-masing atau istilah Balinya “menyama braya”.
    Terlepas dari itu semua, yang kita harapkan dari upacara atau persembahan kepada Tuhan melalui banten adalah makna dari banten itu sendiri. Inti dari semua itu adalah sebagai wujud syukur atas karunia dari ida Sang Hyang Widhi wasa yang diwujudkan dalam bentuk upakara atau menggunakan sarana banten.

    Perubahan lainnya adalah salah bahan dari pembuatan banten itu sendiri, misal buah-buahan. Jika dulu buah yang diproritaskan untuk dihaturkan sebagai banten adalah buah lokal hasil tanam sendiri yang selalu diupacarai saat tumpek wariga agar tumbuh subur dan menghasilkan buah yang super, kini hal itu tergeser karena tersaingi oleh buah-buah import seperti apel merah, jeruk mandarin, pear, dsb. Hal ini yang menyebabkan bertambahnya pilihan masyarakat akan jenis buah, dan memicu penurunan selera masyarakat akan buah lokal, sehingga distribusi buah lokal menjadi sedikit terhambat.

    Globalisasi bisa berdampak positif yang menguntungkan, juga bisa merugikan bila tidak dikendalikan dan dipilih secara tepat. Dan tentunya kita harus benar-benar pandai memilih dan memilah perkembangan gobalisasi agar bermanfaat.

    ReplyDelete
  50. NAMA : LUH NELY ARSINI
    NIM : 12.01.1.1.1000
    SEMESTER VI REGULER SORE
    Menurut pendapat saya, Bali terkenal dengan begitu banyak ragam budaya dan tradisinya. Memiliki banyak berbagai warisan budaya leluhur yang tertanam dan melekat erat di masyarakatnya, begitu juga dengan tradisinya yang unik. Budaya dan tradisi yang berasal dari berbagai daerah di Bali dengan ciri khas tersendiri. Budaya dan tradisi yang unik inilah yang membuat Bali menarik para kaum wisatawan untuk datang ke Bali baik domestik maupun mancanegara. Sehingga untuk mempertahankan seni dan upacara di bali agar tidak kehilangan tradisi lama maka umat hindu di bali mengakulturasi adanya upacara dan seni yang ada di bali salah satu contohnya adalah upacara yadnya yang ada di bali salah satu contohnya menggunakan buah-buahan import agar buah-buahan local tidak ketinggalan jaman maka pemakaiannya di padukan buah-buahan lokal dengan buah-buahan impor. ktivitas upacara adat di Bali, ada 5 macam jenis yadnya atau disebut Panca Yadnya, yaitu Dewa yadnya, pitra yadnya, rsi yadnya, manusia Yadnya dan Bhuta Yadnya. Pelaksanaan dalam upacara Dewa yadnya seperti Purnama-Tilem, Pagerwesi, Tumpek, Hari Raya Saraswati, Galungan, Kuningan, dan lain-lain. Di luar itu, masih ada pembangunan pura, peresmian pura, dan hari raya pemujaan (sanggah) atau odalan, dalam pitra yadnya seperti prosesi ngaben muali dari meninggal sampai proses nyekah dan ngelinggihang di Pura ibu, upacara manusia yadnya seperti pernikahan, mulai hamil, upacara saat melahirkan (kepus puser), tiga bulanan, 6 bulanan (otonan), potong gigi, dll, upacara rsi yadnya dan bhuta yadnya. Jika semua upacara panca Yadnya ini dilakukan dengan semestinya, hampir sepertiga dari waktu yang dimiliki untuk aktivitas ritual. Sedemikian banyaknya upacara adat yang dilaksanakan, tidak membuat aktifitas lainnya seperti dalam kegiatan ekonomi terganggu, malah ada pergolakan ekonomi yang bagus karena disini ada aktivitas memproduksi, desrtibusi dan konsumsi, jadi perputaran ekonomi berjalan dengan bagus, pedagang-pedagang kecil hasil pertanian lokal seperti bunga, janur, buah-buahan, bambu, kue upacara dan untuk keperluan upacara yadnya bisa laku. Semua berjalan lancar, dengan harapan Bali dengan segala isinya damai, perbaikan kualitas diri secara jasmani ataupun rohani.

    ReplyDelete
  51. NAMA : I PUTU ARIF KRISNA YASA PUTRA
    NIM : 13.01.1.1.080
    SEMESTER : VI
    KELAS : EKSEKUTIF

    Sebagai orang bali, saya merasa setuju dengan artikel diatas tersebut, dimana orang bali yang modern telah tersentuh arus globalisasi dimana orang bali tidak menghilangkan kearifan lokal bali itu sendiri. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kehidupan orang bali ke depannya, namun dilihat dari pribadi orang bali itu sendiri, apakah bisa memanfaatkan arus globalisasi dengan baik atau tidak. Jadi perlu kita untuk memilah antara yang baik dan bermanfaat bagi budaya kita, dan yang buruk perlu kita buang saja jauh- jauh. Dengan adanya pencampuran antara arus modern dan kearifan lokal bali, manfaat yang dirasakan oleh umat hindu di antaranya adalah sebagai berikut :
     Semakin berkembangnya dan semakin banyaknya jumlah masyarakat, dalam melakukan upacara ngaben saat ini dipermudah dengan cara kremasi dimana tidak menghilangkan kesakralannya.
     Dengan adanya handphone, televisi, internet dan lain-lain, kehidupan dan budayanya semakin dikenal di kalangan orang luar bali baik lokal maupun internasional, hal itu sangat mendukung kehidupan perekonomian di bali yang saat ini maju di bidang pariwisatanya
     Masih banyak manfaat yang diperoleh dengan mengikuti arus modern di dalam kehidupan orang bali. Namun yang terpenting adalah masyarakt bali sendiri mampu memilah mana yang baik dan maa yang buruk untuk kehidupannya.
    Yang perlu kita tahu juga, bahwa orang bali juga perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman saat sekarang ini agar mampu bersaing dengan dunia global.
    Itu saja komentar dari saya. Trimakasih

    ReplyDelete
  52. NAMA : I PUTU ARIF KRISNA YASA PUTRA
    NIM : 13.01.1.1.080
    SEMESTER : VI
    KELAS : EKSEKUTIF

    Sebagai orang bali, saya merasa setuju dengan artikel diatas tersebut, dimana orang bali yang modern telah tersentuh arus globalisasi dimana orang bali tidak menghilangkan kearifan lokal bali itu sendiri. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kehidupan orang bali ke depannya, namun dilihat dari pribadi orang bali itu sendiri, apakah bisa memanfaatkan arus globalisasi dengan baik atau tidak. Jadi perlu kita untuk memilah antara yang baik dan bermanfaat bagi budaya kita, dan yang buruk perlu kita buang saja jauh- jauh. Dengan adanya pencampuran antara arus modern dan kearifan lokal bali, manfaat yang dirasakan oleh umat hindu di antaranya adalah sebagai berikut :
     Semakin berkembangnya dan semakin banyaknya jumlah masyarakat, dalam melakukan upacara ngaben saat ini dipermudah dengan cara kremasi dimana tidak menghilangkan kesakralannya.
     Dengan adanya handphone, televisi, internet dan lain-lain, kehidupan dan budayanya semakin dikenal di kalangan orang luar bali baik lokal maupun internasional, hal itu sangat mendukung kehidupan perekonomian di bali yang saat ini maju di bidang pariwisatanya
     Masih banyak manfaat yang diperoleh dengan mengikuti arus modern di dalam kehidupan orang bali. Namun yang terpenting adalah masyarakt bali sendiri mampu memilah mana yang baik dan maa yang buruk untuk kehidupannya.
    Yang perlu kita tahu juga, bahwa orang bali juga perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman saat sekarang ini agar mampu bersaing dengan dunia global.
    Itu saja komentar dari saya. Trimakasih

    ReplyDelete
  53. NAMA : I PUTU ARIF KRISNA YASA PUTRA
    NIM : 13.01.1.1.080
    SEMESTER : VI
    KELAS : EKSEKUTIF

    Sebagai orang bali, saya merasa setuju dengan artikel diatas tersebut, dimana orang bali yang modern telah tersentuh arus globalisasi dimana orang bali tidak menghilangkan kearifan lokal bali itu sendiri. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kehidupan orang bali ke depannya, namun dilihat dari pribadi orang bali itu sendiri, apakah bisa memanfaatkan arus globalisasi dengan baik atau tidak. Jadi perlu kita untuk memilah antara yang baik dan bermanfaat bagi budaya kita, dan yang buruk perlu kita buang saja jauh- jauh. Dengan adanya pencampuran antara arus modern dan kearifan lokal bali, manfaat yang dirasakan oleh umat hindu di antaranya adalah sebagai berikut :
     Semakin berkembangnya dan semakin banyaknya jumlah masyarakat, dalam melakukan upacara ngaben saat ini dipermudah dengan cara kremasi dimana tidak menghilangkan kesakralannya.
     Dengan adanya handphone, televisi, internet dan lain-lain, kehidupan dan budayanya semakin dikenal di kalangan orang luar bali baik lokal maupun internasional, hal itu sangat mendukung kehidupan perekonomian di bali yang saat ini maju di bidang pariwisatanya
     Masih banyak manfaat yang diperoleh dengan mengikuti arus modern di dalam kehidupan orang bali. Namun yang terpenting adalah masyarakt bali sendiri mampu memilah mana yang baik dan maa yang buruk untuk kehidupannya.
    Yang perlu kita tahu juga, bahwa orang bali juga perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman saat sekarang ini agar mampu bersaing dengan dunia global.
    Itu saja komentar dari saya. Trimakasih

    ReplyDelete
  54. NI LUH KUSUMA WARDANI
    12.01.1.1.999
    SMSTR 6 REG. SORE
    Tanggapan saya terhadap Artikel di atas adalah, sbb :
    Sebagai sebuah pulau kecil, lukisan alam Bali tampak begitu mempesona sehingga menjadi arena perburuan para penikmat keindahan. Laut, gunung, sungai, danau, hutan, sawah, dan ladang menghiasi Bali dan merajut sebuah simfoni alam yang indah dan eksotik. Lukisan alam ini semakin dipercantik oleh warna-warni kehidupan sosial-budaya masyarakat Bali yang dipenuhi dengan ritual-ritual untuk mengharmoniskan kehidupan mereka dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lingkungannya. Oleh karena itu, berbagai julukan yang diberikan kepada Bali seperti pulau surga (the paradise island), pulau seribu pura (the island with thousand temple), pulau dewata (the Gods island), atau paginya dunia (the morning of the wolrd), tampaknya bukan sesuatu yang berlebihan.
    Namun demikian, fenomena belakangan ini menunjukkan bahwa Bali telah berubah. Wajah Bali masa kini tidak lagi secantik Bali tempoe doeloe. Sebuah kejutan ditulis oleh Bawa Atmadja (2005) bahwa Bali pulau seribu pura sudah tak seindah penampilannya. Sementara bangunan-bangunan suci berdiri dengan megahnya, ritual keagamaan yang semakin marak, serta tingginya intensitas ceramah keagamaan, di sisi lain kafe remang-remang, prostitusi ilegal, dan tindakan kriminalitas lainnya juga semakin menjamur. Wajah Bali yang dahulu dilukis dengan religiusitas, keramah-tamahan masyarakat, dan pesona alaminya, kini mulai menampakkan sisi gelapnya seiring berjalannya waktu. Lebih celaka lagi, fenomena paradoks tersebut hadir dalam satu wilayah yang sama, yakni desa pakraman. Padahal, desa pakraman merupakan wadah berlangsungnya segala aktivitas adat, budaya, dan agama masyarakat Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu.
    Fenomena di atas menunjukkan manusia Bali dewasa ini sedang mengalami kegamangan dan kebingungan di tengah gelombang perubahan yang berlangsung begitu cepat dan rumit. Daya tahan kebudayaan pun makin rapuh di tengah kuatnya terjangan globalisasi dan modernisasi. Identitas Bali secara kultural menjadi makin kabur di tengah benturan kebudayaan global. Memang tak dapat dipungkiri bahwa globalisasi dan modernisasi telah menghegemoni dan mendominasi dunia sehingga tidak ada satu bangsa pun yang dapat menolaknya. Sebagaimana telah diramalkan oleh Francis Fukuyama dalam The End of History And The Last Man (2002) bahwa ideologi kapitalisme dan demokrasi liberal yang menjadi pemenang dalam perang dingin akan menjadi akhir dari sejarah manusia. Oleh karena itu, kebertahanan budaya Bali saat ini tergantung pada kesiapan orang Bali dalam menyikapi globalisasi dan modernisasi.

    ReplyDelete

  55. Lanjutan,,,,
    Sejarah juga menunjukkan bahwa masyarakat Bali adalah masyarakat yang terbuka dalam menerima kehadiran etnik lain. Hubungan antara Bali dan masyarakat luar, baik melalui hubungan politik maupun ekonomi atau perdagangan di masa lampau telah menjadikan masyarakat Bali sebagai masyarakat multietnik. Ini menyebabkan masyarakat Bali saat ini bukan lagi masyarakat yang homogen, melainkan masyarakat yang heterogen. Malahan, heterogenitas tersebut merambah hampir semua lini kehidupan masyarakat meliputi bidang ekonomi, agama, sosial-budaya, dan sebagainya.
    Meskipun etnik Bali (beragama Hindu) merupakan kelompok etnik dominan, tetapi dalam kenyataannya memberikan ruang gerak dan kebebasan kepada etnik lain sebagai etnik minoritas untuk mengembangkan kebudayaannya. Hal ini tampak dari rasa persaudaraan yang terjadi antaretnik yang didasari oleh nilai-nilai kearifan lokal budaya Bali. Walaupun diberikan kebebasan dalam mengembangkan kebudayaannya kelompok etnik minoritas tampaknya juga menyesuaikan diri dengan budaya dominan (Bali). Hubungan antaretnis yang menunjukkan adanya saling menghargai di antara kelompok-kelompok etnik bahkan sudah terjadi jauh sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan di Pura Batur Kintamani, Bangli. Di pura ini disamping menjadi tempat pemujaan dari etnik Bali yang beragama Hindu, di lingkungan pura juga terdapat tempat pemujaan bagi kelompok etnik keturunan Cina. Istilah Ciwa-Budha yang dikenal dalam masyarakat Bali juga menjadi bukti adanya perpaduan antara agama-agama yang pernah berpengaruh di Bali di masa yang lampau.

    ReplyDelete
  56. Nama : Kadek Sri Wahyuni
    NIM : 12.01.1.1.1006
    Smstr: 6 / Reguler Sore

    Kemiskinan yang terjadi di Pulau Dewata Bali, diduga akibat dari banyaknya upacara adat yang dilangsungkan di daerah kepulauan itu. Dalam satu tahun, sedikitnya ada puluhan upacara adat yang mengharuskan warga Bali mengeluarkan uang banyak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), warga miskin di Bali mengalami peningkatan 0,04 persen. Maret 2014 mencapai 185,20 ribu orang (4,53 persen), naik sekitar 2,43 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin, pada September 2013 yang berjumlah 182,77 ribu jiwa. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pememrintahan Desa Ketut Lihadnyana mengatakan, selama ini beras miskin (raskin) hanya digunakan untuk keperluan upacara, tidak dipakai memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu diperlukan sosialisasi dan pembinaan pelaksanaan dan keagamaan bersama dengan tokoh masyarakat dan lembaga adat, supaya masyarakat Bali bisa memilah-milah kepentingan. “Kami akui budaya Bali sangat berat, kebutuhan untuk memenuhi upacara adat cukup banyak itu juga menjadi salah satu faktor penyebab kemiskinan. Sekarang ini bagaimana caranya mereka upacara sekedarnya saja tidak jor-joran,” ujarnya, kepada wartawan, Kamis (3/7/2014). Ditambahkan dia, di Karangasem saja warganya hampir setiap tahun memiliki utang Rp4 juta untuk upacara adat, bekerja tahun ini untuk melunasi tahun lalu. Untuk mengurangi angka kemiskinan, berbagai kegiatan proyek pemerintah khususnya padat karya juga digenjot. Masyarakat juga diminta meningkatkan potensi UMKM. Selain itu, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali juga akan mengendalian laju peningkatan inflasi daerah melalui pengendalian harga kebutuhan pokok.Selain itu, pemerintah juga akan mengefektifkan tim pemantau harga komoditas pangan, kushusnya harga pangan strategis di tingkat pasar desa, serta melakukan langkah anstisipasi terhadap kenaikan harga di bulan-bulan tertentu. “Naiknya angka kemiskinan ini disebabkan kebutuhan pokok yang semakin meningkat, untuk itu kami dalam menekan angka kemiskinan ini bekerjasama dengan TPID untuk menekan harga pangan yang semakin tinggi,” tukasnya. Mengingat kemiskinan lebih banyak terjadi di kalangan petani dan nelayan, Lihadnyana memastikan bahwa bantuan subsidi kepada petani agar tepat sasaran kepada penerima program rumah tangga sasaran.

    ReplyDelete
  57. Lanjutan.......
    Nama : Kadek Sri Wahyuni
    NIM : 12.01.1.1.1006
    Smstr : 6 / Reguler Sore

    Dari Pernyataan artikel di atas hal itu tentunya kurang setuju karena bila kenyataan dilihat Perputaran ekonomi di Bali sangatlah stabil. Selain keindahan panorama alam, Bali Indonesia juga terkenal dengan keunikan budaya dan tradisinya. Budaya unik ini kebanyakan lahir dari kegiatan agama yang dilakukan oleh masyarakat Bali Indonesia yaitu agama Hindu. Berbagai macam kegiatan, yang dilakukan untuk dijalankan untuk tujuan dharma dan pemujaan kepada Tuhan. Salah satu budaya unik di Bali Indonesia ini adalah penyelenggaraan upacara adat. Yang terkenal mungkin upacara ngaben yang bertujuan untuk mengantarkan arwah orang meninggal agar mencapai jalan ke surga. Upacara ngaben merupakan salah satu bentuk upacara Pitra Yadnya. Upacara adat merupakan representatif dari ajaran Yadnya yang ada dalam agama Hindu. Yadnya itu sendiri merupakan ritual-ritual yang dilakukan dalam agama Hindu yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan hidup. Ada lima jenis Yadnya, yaitu Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya serta Butha Yadnya. Yang membedakan kelima jenis Yadnya ini adalah kepada siapa ritual ditujukan. Dewa Yadnya merupakan ritual atau upacara adat yang diperuntukan bagi Tuhan dan semua manifestasinya. Pemujaan kepada Tuhan dilakukan setiap hari melalui persembahyangan Tri Sandya dan Panca Sembah. Namun selain itu, ada hari-hari raya khusus yang diperuntukan untuk memuja manifestasi Tuhan tertentu. Contohnya hari raya Saraswati untuk memuja dewi Saraswati. Pada jenis Yadnya ini juga termasuk hari raya Nyepi, Galungan, Kuningan, Tumpek ataupun hari raya lainnya. Selain memuja Tuhan, upacara Dewa Yadnya juga untuk memperbaiki kualitas diri. Seperti halnya hari raya Nyepi yang bertujuan untuk mengendalikan diri dari berbagai sifat yang merugikan. Pada hari raya Nyepi, umat Hindu tidak boleh bepergian, menyalakan api, bekerja ataupun berjudi. Jangka waktu pelaksanaan hari raya Dewa Yadnya seperti halnya hari raya Nyepi ini menggunakan penanggalan Bali, yang tersedia dengan lengkap pada kalender Bali. Pitra Yadnya merupakan ritual khusus yang dilakukan terhadap orang yang sudah meninggal. Yadnya ini bertujuan untuk menghormati leluhur dan memberikan tempat yang terbaik di surga. Rangkaian yadnya ini disebut dengan upacara Ngaben. Upacara Ngaben ini sendiri terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari penguburan, pembakaran, menghanyutkan abu ke laut hingga menjemput para leluhur di pura Kayangan untuk distanakan di rumah masing-masing.

    ReplyDelete
  58. Lanjutan..........
    Nama : Kadek Sri Wahyuni
    NIM : 12.01.1.1.1006
    Smstr: 6 / Reguler Sore

    Manusa Yadnya merupakan ritual yang dilakukan terhadap manusia, mulai dari dalam kandungan hingga akhirnya dewasa. Hal ini bertujuan untuk kesempurnaan hidup manusia dan mencangkup beberapa tahapan hidup yang akan dihadapi manusia. Contohnya adalah Nyambutin pada saat bayi berumur tiga bulan, Otonan yang bisa juga disebut hari ulang tahun berdasarkan kalender Bali setiap enam bulan sekali, upacara potong gigi serta pernikahan. Upacara Ngaben, walaupun dilakukan terhadap manusia tidak termasuk Manusa Yadnya, Manusa Yadnya ini hanya dilakukan pada manusia yang masih hidup. Rsi Yadnya merupakan upacara terhadap Manusia yang akan mencapai tingkatan yang lebih tinggi, atau setara guru dalam agama Hindu. Upacara ini ditujukan untuk para Rsi, Pinandita ataupun orang-orang suci lainnya. Upacara ini dilakukan saat orang akan mencapai tingkatan yang lebih tinggi dalam kehidupan beragama baik itu dari segi fungsinya dalam agama ataupun dalam masyarakat. Terakhir Butha Yadnya. Seperti kita tahu, dunia ini tidak hanya dihuni oleh manusia yang kasat mata, namun juga makhluk yang tidak kasat mata. Makhluk ini bisa menganggu keseimbangan Bali Indonesia pada khususnya dan jagat raya pada umumnya, untuk itu mereka harus diberikan persembahan agar tidak menganggu. Demikianlah jenis-jenis ritual yang ada di Bali Indonesia, khususnya dalam Agama Hindu.
    Tentunya bukan hanya masyarakat Hindu di bali yang memiliki kenyakinan akan upacar sacral meskipun jaman semakin modern akan tetapi modernitas seseorang tidak akan melunturkan kebudayaan dari kenyakinan orang itu sendiri.

    ReplyDelete
  59. Nama: Desak Komang Antarini
    Nim: 12.01.1.1.990
    Semester 6 Reguler Sore
    Agama sebagai wajah dari perjalanan hidup manusia, tidak akan lepas dari upacara atau ritual. Dalam hal ini, identitas dari pemeluknya akan tergambar dengan sangat jelas di wilayah ritual tersebut. Upacara merupakan pula bentuk akhir dari segala pemahaman filsafati adi luhung tentang keMahaKuasaanNya, sebagai bentuk ucapan terima kasih, sebagai persembahan, sekaligus sebagai permohonan keselamatan dan sebagainya. Manusia pun tidak bisa lepas dari upacara, jka ia memang mengerti tentang kewajibannya. Dan di jaman modern ini, yg notabene tidak bisa tidak lepas dari sisi ekonomi, maka kecendrungan untuk menjadi manusia yg hedonis, manusia yg konsumtif dan homo homoni lupus (manusia makan manusia) adalah sebuah keterprosokan sendiri oleh perkembangan jaman.Seperti pula yg diketahui kebutuhan pokok dibagi menjadi tingkatan tingkatan. Primer yang utama (sandang papan pangan), sekunder, tersier dan kuarter. Pada jaman moderintas ini, maka disebutkan pengeluaran upacara akan cenderung dikatakan kebutuhan tersier (sukarsa). Jadi dapat disimpulkan upacara akan menjadi barang atau kejadian yg dilkukan setelah kebutuhan primer sekunder dipenuhi. Agama hindu sendiri, memandang upacara sebagai bagian tiga kerangka hindu. Yaitu tattwa atau filsafat, susila etika, upacara. Lalu dasar dari upacara itu dilaksanakan adalah bahwa manusia lahir memiliki tiga hutang. Tri rna, dewa rna hutang kepada tuhan karena diberikan kesempatan hidup, pitra rna hutang kepada leluhur yang telah meninggalkan segala kebaikan mereka saat hidup, serta rsi rna hutang kepada guru yg mmberikan pembelajaran menjalani kehidupan. Karena kelahiran dengan tiga hutang itu, maka panca ydnya adalh jawaban unuk membayarnya dalam kehidupan. Panca yadny yaitu dewa, pitra, rsi, mnusa, bhuta yadnya. Melalui kesadaran diri, maka kewajiban itu akan terbayarkan selama hidup ini. Jadi makna upacara bagi umat hindu adalah sangat pen5ing sampai akhir kehidupan.
    Dalam bhagawadgita disebutkan jenis yadnya sebagai berikut:
    dravya-yajnas tapo-yajna yoga-yajnas thatapare, svadhyaya-jnana-yajnas ca yatayah samsita-vratah
    (Bhgwadgita IV 28)
    Artinya: namun, ada yang beryadnya harta, beryadnya tapa, beryadnya yoga, dan yang lain ada pula beryadmya dalam pengekangan diri, swadyaya dan yadnya dalam ilmu pengetahuan, demikianlah orang yg taat dalam tapanya dan terkendali.

    ReplyDelete
  60. Nama: Desak Komang Antarini
    Nim: 12.01.1.1.990
    Semester 6 Reguler Sore

    Yadnya adalah termasuk apa yang telah tersebutkan di atas. Dan termasuk pula dalam melaksanakan upacara adalah bahwa disadari dengan ketaatan dan pengendalian diri.
    Upacara pula akan diliputi oleh tri guna. Dalam hal ini tri guna adalah tiga sifat kehidupan, yaitu sifat satwika, rajasika, tamasika. Jika digandeng berbarengan dengan upacara, maka upacara yang sattwika (terang) yaitu upacara yg dilandasi sikap tulus, iklas, bijak, penuh makna dan sesuai kemampuan. Upacara yg diliputi sifat rajasik adalah Yadnya yang didorong oleh keinginan menonjolkan diri seperti kekayaan, kekuasaan, dan hal-hal yang bersifat feodalisme: kebangsawanan, kesombongan, penonjolan soroh, dll. Dan terakhir adalah upacara tamasik, dmana tidak mengetahui arti upacara tersebut (sthiti dharma.org). Upacara pun dibagi lagi menjadi beberapa segi kemampuan peyadnya, yaitu alit,madya, utama.
    Menyambung bahwa sikap modernitas mendudukkan upacara pada bagian tersier, namun apa yang terjadi di bali, bahwa ada kecendrungan pengeluaran upacara bergeser menuju wilayah sekunder bahkan primer(sukarsa). Hal ini dapat menunjukkan pula kenaikan kualitas religius dari umat hindu di Bali. Di mana kebutuhan untuk melaksanakan upacara bergeser dari kebutuhan tersier ke sekunder bahkan primer. Begitu baiknya pergeseran tersebut, namun alangkah sempurnanya jika dibarengi dengan pemahaman tulus iklas dan kesesuaian kemampuan yang menjadi ciri yadnya yang satwika.
    Dari segi hubungan upacara dan filsafat, maka bahwa disebutkan semakin filsafat(tattwa) diketahui sebagai pedoman pelaksanaan susila, maka hal tersebut memiliki pengaruh negatif atas upacara (sukarsa) Maksudnya adalah dengan pemahaman filsafat, maka upacara cenderung akan semakin kecil. Mungkin adalah bahwa pengetahuan filsafat akan memberikan gambaran akan yadnya yang sattwik sehingga yadnya yang rajasik dan tamasik bisa dikurangi atau dihilangkan.

    ReplyDelete
  61. Nama: Desak Komang Antarini
    Nim: 12.01.1.1.990
    Semester 6 Reguler Sore

    Berdasarkan pengetahuan di atas, maka sungguhlah sangat baik jika kecendrungan dari jaman modernitas yang kurang baik, seperti budaya hedonis dan konsumtif bisa ditekan dengan pemahaman tattwa dan susila. Tercermin pula dalam segi upacara di mana kebutuhan pemenuhan keinginan untuk melaksanakan atau membayar yadnya, menjadi kebutuhan yang penting seperti kebutuhan sekunder (pendidikan, trnsportasi, keamanan, masa depan) dan bahkan menuju kepentingan primer. Hal ini menunjukkan tingkat keberpamahaman agama yang tinggi dari umat hindu Bali itu sendiri. Di sisi lain adalah hal tersebut dapat ditingkatkan dengan tinjauan ke “dalam”, agar seyogyanya upacara tersebut ditinggikan menuju ke tingkatan satwika. Namun akhrinya dapat disadari bahwa kualitas dari keberhubungan umat hindu terhadap Sang Pencipta khususnya di Bali adalah unik karena mampu masuk menjadi kebutuhan utama. Ini juga mencerminkan bagaimana wajah dan hati dari keberpahaman umat.
    Disadari bahwa upacara atau yadnya itu adalah suatu kebutuhan yg benar2 membuat perasaan berbahagia. Ibaratnya ketika itu menjadi kebutuhan primer, maka ketika makan tidak lengkaplah tanpa mlksanakan yadnya dahulu. Hal itu sudah sangat sejalan dengan sloka
    bhgwadgita sloka III-13..orang orang baik yg makan sisa persembahan kurban, akan terlepas darindosa, tetapi orang2 jahat yg mempersiapkan makanan bagi dirinya sendiri, sesungguhnya makan dosa Maka bahkan sebelum makan mlksanakan yadnya, yg artinya itu bisa melepas segala dosa tri loka ini..dan sungguh pun itu adlah pelksanaan dan pengamalan dharma..seperti pada sloka.
    Sarasamuscaya 1-18 Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber kebahagiaan bagi yg melaksanakan..lagipula dharma itu merupakan perlindungan orang berilmu..tegasnya hanya dharma yg dapat melebur dosa triloka ini…
    Jadi dharma adalah kebenaran, dan sebagai landasan untuk melebur dosa tri loka..manusia hindu memercayai bhwa tri rna atau tiga hutang, dapat dibayar dengan panca yadnya..Namun hendaknya bahwa memasukkan unsur etika susila serta dharma dalam melaksanakan ritual itu sendiri..Maka hal tersebut akan memberikan rasa yang sattwik atau terang, menerangi dan bijak laksana pada pelaksanaan yadnya itu sendiri.. Tentunya dengan rasa tulus iklas dan kebersyukuran, yg selalu dimunculkan…Yadnya yg baik adalah tentu saja akan membuat tri maya sattwik semakin menambah .. Di mana tujuan moksah itu sendiri adalah dgan mlksanakan dan menyerap tri guna sattwikam.. selain pula keberkahan keberkahan san kebahagiaan..Rasa damai serta keberpositivan dari plksanaan yadnya, akan dikmbalikan oleh semesta maya satwik rjsik tamasik sebanding dngan karma yg dilaksanakan..sprti juga bhwa dunia ini ada karena yadnya..dan karena yadnya kita mengada di dunia ini bhkan di alam sunia nanti..

    ReplyDelete
  62. NAMA : I GUSTI NYOMAN ADI WIGUNA
    NIM : 12.01.1.1.954
    SEMESTER/ KELAS : 6/ REGULER SORE

    Banyak hal yang ditemukan di Bali, istilah pulau Bali sebagai Pulau surga kini sudah menjadi satu dengan Pulau neraka. Tidak diherankan pendapat ini tidak jauh beda dengan artikel diatas. Orang bali sendiri yang menghitam putihkan segala hal yang ada di Bali, dari kebenaran Budaya, gaya hidup, dan lain sebagainya. Kebiasaan yang sudah dilakukan dari sejak dulu yang secara terus-menerus akan menjadi yang namanya budaya, budaya tidak hanya berkata masalah sakral dan spiritual, namun budaya yang salah dalam persepsi agama dan norma pun juga dibenarkan adanya. Bali menganut dan mempercayai dua alam yaitu sekala (alam nyata) niskala (alam tidak kasat mata), selain itu istilah rwa bineda juga ada di dalamnya. Semua masalah keseimbangan, meski Bali kini sudah berubah di alam sekala nya menjadi lebih buas dari awalnya, ini sudah sangat jelas terlihat. Apakah kalian melihat ini sebuah ketidakseimbangan antara kebaikan dan keburukan? tapi tenang dulu, mungkin kebaikan dari alam niskala yang tidak kelihatan tampaknya akan menyeimbangkan, mungkin begitu.
    Banyak masyarakat yang mengeluhkan hidup di bali dengan kata-kata seperti ini, “idup di bali yen sing amah leak, iriang timpal” artinya hidup di bali kalau tidak terkena santet ya dicemburui oleh teman, kira-kira begitu persepsi yang muncul. Apa artinya ini? Inilah budaya yang salah namun tetap benar dan nyata adanya. Sejahat-jahatnya orang hindu Bali pasti akan pernah melakukan persembahyangan atau pemujaan kepada tuhannya, apa juga artinya ini? Surga dan neraka itu sudah dekat sekali, sangat dekat sangat tipis. Saya menyimpulkan semua yang berkaitan dengan kemodernan di Bali adalah keburukan, kenapa? Karena pada zaman dulu Bali belum modern masyarakatnya lebih taat terhadap agama dengan sedikit keburukan yang ada. Dengan kata lain pada zaman sekarang ini jadikanlah keburukan itu pendamping bukan sebagai acuan atau tujuan, jadikanlah teman jadikanlah mendarah daging dengan budaya Bali namun tidak mendewakannya. Jadikanlah budaya lokal sebagai dasarnya namun campur dengan kemodernan yang ada dan tidak melupakan asalnya.
    Dengan demikian adanya perbedaan tersebut membuat masyarakat hindu Bali harus memilah dan memilih mana yang benar-benar harus di lakukan. Disinilah peran agama dengan ajaran dan jajarannya mempunyai peran untuk membangunkan dan menuntun umatnya dengan baik. Biarlah hal yang baik dan buruk tetap ada, karena itu merupakan keseimbangan, namun garis besarnya dengan iman yang dimiliki masyarakat Bali sebaiknya meninimalisir keburukan tersebut menjadi pendamping atau mengakulturasikannya dengan baik.

    ReplyDelete
  63. NAMA : MADE WIDYA LINI
    NIM : 12.01.1.1.1008
    SEMESTER VI KELAS REGULER SORE

    Apa yang terjadi jika akulturasi benar-benar bisa menelan budaya asli dan menggantikan budaya yang dibawa? Atau apa yang terjadi jika sebuah budaya teggelam atau bahkan bertolak belakang dengan perkembangan zaman? Tentu ini akan menjadi sebuah dilemma para pelaku budaya untuk benar-benar memikirkan langkah matang-matang untuk mengeksistensikan kebudayaannya. Di sini kami bermaksud memperkenalkan sebuah strategi baru dalam mendekati persoalan kebudayaan sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya. Strategi ini berangkat dari sebuah asumsi bahwa kebudayaan adalah perilaku bersama yang sudah mendarah daging dalam kehidupan kita sehari-hari. Strategi ini kami namakan Strategi Penyerbukan Silang Antarbudaya (Cross Cultural Fertilization). Strategi ini adalah jalan terbaik untuk bisa mengatasi persoalan budaya yang membuat bangsa Indonesia belum beranjak dari ketertinggalannya. Dengan jalan penyerbukan silang antarbudaya, etos kerja positif yang dimiliki satu kelompok bisa diambil dan diterapkan sehingga melahirkan sebuah budaya baru, etos baru dalam bingkai bangsa dan negara Indonesia. Apalagi Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk dengan tingkat keberagaman yang tinggi.
    Keberagaman budaya yang dimiliki bangsa ini bisa menjadi modal besar untuk mendorong kemajuan bangsa ini sampai ke level yang lebih tinggi dari yang ada sekarang. Etos kerja warga Tionghoa yang gigih, tekun dan pantang menyerah bisa dijadikan pelajaran bagi penumbuhan etos kita bersama sebagai sebuah bangsa. Pun begitu dengan warga Batak yang memiliki tekad keras guna meraih mimpinya, serta kesungguhannya di dalam mempelajari ranah hukum, bisa diadopsi oleh warga Sunda yang memiliki kelembutan di dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sama halnya dengan ketabahan suku Jawa yang bisa dipelajari oleh suku Bugis dan Makassar. Semangat berlajar dan merantau dari Makassar dan Bugis dapat dipelajari juga oleh warga yang berada di Bali. Sungguh sebuah pemandangan yang akan menyejukkan dan berakibat pada bangkitnya budaya Indonesia yang kuat ketika terjadi proses saling-belajar di antara budaya-budaya yang ada. Masing-masing sub-etnik bangsa ini memiliki kelebihan tersendiri. Bila masing-masing kelebihan itu diserbukkan, maka yang akan lahir adalah budaya unggul bangsa Indonesia.
    Di samping menyerbukkan budaya-budaya lokal yang ada, juga kita harus terbuka untuk menyerbukkan budaya kita dengan budaya-budaya unggul yang berasal dari bangsa lainnya. Seperti persolan kesungguhan dan kegigihan bekerja, kita bisa belajarnya dari bangsa Jepang. Adapun terkait dengan persoalan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita bisa belajarnya dari Jerman ataupun Amerika. Jadi melalui penyerbukan silang antarbudaya kita belajar dari dalam negeri (inward looking) dan pada saat yang bersamaan belajar juga dari luar (outward looking).

    ReplyDelete
  64. LANJUTAN

    Ide penyerbukan silang antarbudaya ini berbeda dengan ide asimilasi budaya atau multikulturalisme. Ide asimilasi budaya yang secara politik digulirkan oleh Partai Tionghoa Indonesia (PTI) sejak tahun 1932 yang kemudian mendapat sambutan positif dari pemerintahan sejak tahun 1960 dan dipraktekkan dengan massif pada era Orde Baru berangkat dari pandangan bahwa budaya minor dalam hal ini budaya Tionghoa harus masuk ke dalam budaya mayor.[5] Maka sejak saat itu, banyak warga keturunan Tionghoa yang berubah nama menjadi nama yang Jawa dan lain sebagainya sebagai bagian dari implementasi gagasan asimilasi. Ide ini tidaklah buruk, akan tetapi untuk konteks saat ini perlu ditinjau kembali sesuai dengan konteks kekinian. Dalam konsep asimilasi masih ada anggapan budaya mayoritas dan budaya minoritas, jadi sebuah budaya dilihat bukan dari sisi kualitasnya melainkan dari kuantitasnya. Ini berbeda dengan ide penyerbukan silang antarbudaya yang berangkat dari kualitas masing-masing budaya, sehingga tidak perlu dipersoalkan apakah budaya itu minoritas asalkan ia memiliki keunggulan maka dapat kita pelajari juga.
    Ide penyerbukan silang antarbudaya juga berbeda dengan ide multikulturalisme. Praktek multikulturalisme yang diterapkan di Kanada dan Australia juga di sebagian negara-negara Eropa tidaklah cocok bila diterapkan di Indonesia. Ide multikulturalisme yang berangkat dari pandangan bahwa masing-masing budaya diberikan kebebasan untuk tumbuh berkembang sesuai dengan keunikannya masing-masing. Ibarat taman yang ditanami banyak pohon, demikian itulah multikulturalisme. Masing-masing budaya yang ada tumbuh sesuai dengan kediriannya. Tidak ada dialog yang mendalam apalagi usaha saling melebur dalam gagasan tersebut.
    Nah, yang dibutuhkan Indonesia dengan berbagai budayanya yang unik adalah penyerbukan silang antarbudaya. Masing-masing budaya positif dapat dileburkan sehingga menjadi budaya unggul yang dapat terus tumbuh mengharumkan tanah Indonesia. Untuk memulainya, kita perlu memaksimalkan pendidikan yang menghargai pembentukan karakter yang dimulai dari level anak-anak sampai kalangan orang tua, termasuk para guru yang terlibat dalam proses pendidikan dan pengajaran.

    ReplyDelete
  65. Nama : Ketut Artha Dana
    NIM : 12.01.1.1.975
    Smstr : 6 / Reguler Sore

    Agama sebagai wajah dari perjalanan hidup manusia, tidak akan lepas dari upacara atau ritual. Dalam hal ini, identitas dari pemeluknya akan tergambar dengan sangat jelas di wilayah ritual tersebut. Upacara merupakan pula bentuk akhir dari segala pemahaman filsafati adi luhung tentang keMahaKuasaanNya, sebagai bentuk ucapan terima kasih, sebagai persembahan, sekaligus sebagai permohonan keselamatan dan sebagainya. Manusia pun tidak bisa lepas dari upacara, jka ia memang mengerti tentang kewajibannya. Dan di jaman modern ini, yg notabene tidak bisa tidak lepas dari sisi ekonomi, maka kecendrungan untuk menjadi manusia yg hedonis, manusia yg konsumtif dan homo homoni lupus (manusia makan manusia) adalah sebuah keterprosokan sendiri oleh perkembangan jaman.Seperti pula yg diketahui kebutuhan pokok dibagi menjadi tingkatan tingkatan. Primer yang utama (sandang papan pangan), sekunder, tersier dan kuarter. Pada jaman moderintas ini, maka disebutkan pengeluaran upacara akan cenderung dikatakan kebutuhan tersier (sukarsa). Jadi dapat disimpulkan upacara akan menjadi barang atau kejadian yg dilkukan setelah kebutuhan primer sekunder dipenuhi
    Agama hindu sendiri, memandang upacara sebagai bagian tiga kerangka hindu. Yaitu tattwa atau filsafat, susila etika, upacara. Lalu dasar dari upacara itu dilaksanakan adalah bahwa manusia lahir memiliki tiga hutang. Tri rna, dewa rna hutang kepada tuhan karena diberikan kesempatan hidup, pitra rna hutang kepada leluhur yang telah meninggalkan segala kebaikan mereka saat hidup, serta rsi rna hutang kepada guru yg mmberikan pembelajaran menjalani kehidupan. Karena kelahiran dengan tiga hutang itu, maka panca ydnya adalh jawaban unuk membayarnya dalam kehidupan. Panca yadny yaitu dewa, pitra, rsi, mnusa, bhuta yadnya. Melalui kesadaran diri, maka kewajiban itu akan terbayarkan selama hidup ini. Jadi makna upacara bagi umat hindu adalah sangat pen5ing sampai akhir kehidupan.

    ReplyDelete
  66. Lanjutan.........
    Nama : Ketut Artha Dana
    NIM : 12.01.1.1.975
    Smstr : 6 / Reguler Sore

    Upacara pula akan diliputi oleh tri guna. Dalam hal ini tri guna adalah tiga sifat kehidupan, yaitu sifat satwika, rajasika, tamasika. Jika digandeng berbarengan dengan upacara, maka upacara yang sattwika (terang) yaitu upacara yg dilandasi sikap tulus, iklas, bijak, penuh makna dan sesuai kemampuan. Upacara yg diliputi sifat rajasik adalah Yadnya yang didorong oleh keinginan menonjolkan diri seperti kekayaan, kekuasaan, dan hal-hal yang bersifat feodalisme: kebangsawanan, kesombongan, penonjolan soroh, dll. Dan terakhir adalah upacara tamasik, dmana tidak mengetahui arti upacara tersebut (sthiti dharma.org). Upacara pun dibagi lagi menjadi beberapa segi kemampuan peyadnya, yaitu alit,madya, utama.
    Menyambung bahwa sikap modernitas mendudukkan upacara pada bagian tersier, namun apa yang terjadi di bali, bahwa ada kecendrungan pengeluaran upacara bergeser menuju wilayah sekunder bahkan primer(sukarsa). Hal ini dapat menunjukkan pula kenaikan kualitas religius dari umat hindu di Bali. Di mana kebutuhan untuk melaksanakan upacara bergeser dari kebutuhan tersier ke sekunder bahkan primer. Begitu baiknya pergeseran tersebut, namun alangkah sempurnanya jika dibarengi dengan pemahaman tulus iklas dan kesesuaian kemampuan yang menjadi ciri yadnya yang satwika.
    Dari segi hubungan upacara dan filsafat, maka bahwa disebutkan semakin filsafat(tattwa) diketahui sebagai pedoman pelaksanaan susila, maka hal tersebut memiliki pengaruh negatif atas upacara (sukarsa) Maksudnya adalah dengan pemahaman filsafat, maka upacara cenderung akan semakin kecil. Mungkin adalah bahwa pengetahuan filsafat akan memberikan gambaran akan yadnya yang sattwik sehingga yadnya yang rajasik dan tamasik bisa dikurangi atau dihilangkan.
    Berdasarkan pengetahuan di atas, maka sungguhlah sangat baik jika kecendrungan dari jaman modernitas yang kurang baik, seperti budaya hedonis dan konsumtif bisa ditekan dengan pemahaman tattwa dan susila. Tercermin pula dalam segi upacara di mana kebutuhan pemenuhan keinginan untuk melaksanakan atau membayar yadnya, menjadi kebutuhan yang penting seperti kebutuhan sekunder (pendidikan, trnsportasi, keamanan, masa depan) dan bahkan menuju kepentingan primer. Hal ini menunjukkan tingkat keberpamahaman agama yang tinggi dari umat hindu Bali itu sendiri. Di sisi lain adalah hal tersebut dapat ditingkatkan dengan tinjauan ke “dalam”, agar seyogyanya upacara tersebut ditinggikan menuju ke tingkatan satwika. Namun akhrinya dapat disadari bahwa kualitas dari keberhubungan umat hindu terhadap Sang Pencipta khususnya di Bali adalah unik karena mampu masuk menjadi kebutuhan utama. Ini juga mencerminkan bagaimana wajah dan hati dari keberpahaman umat.
    Disadari bahwa upacara atau yadnya itu adalah suatu kebutuhan yg benar2 membuat perasaan berbahagia. Ibaratnya ketika itu menjadi kebutuhan primer, maka ketika makan tidak lengkaplah tanpa mlksanakan yadnya dahulu.

    ReplyDelete
  67. Nama: GD Arista Dharma Suputra
    NIM : 13.01.1.1.058 (SMST VI REG SORE)
    Jurusan : Manajemen (Reg Sore)

    Bali merupakan bagian dari pulau nusantara dengan mayoritas penduduknya adalah beragama hindu. dalam konteks bali itu sendiri yang mayoritas beragama hindu, masyarakat bali adalah masyarakat yang terbuka. mampu menerima perbedaan, termasuk perbedaan kultural. budaya bali tidak lepas dari adat istiadat, upacara-upacara, sehingga bali terkenal dengan banyak upacara. kembali lagi itu adalah kultur budaya dan adat. dimana kita tahu, setiap daerah di bali memiliki budaya dan adat yang berbeda-beda. keluar dari cultur orang bali tersebut, yang saya tahu masyarakat bali itu sendiri terbuka dengan berbagai macam perubahan. termasuk perubahan kebiasaan dari masyarakat itu sendiri. perubahan modernisasi yang dapat saya tangkap dari perubahan kulutur budaya bali adalah dari sisi banten atau sesajen yang dipersembahkan dalam berbagai upacara. penggunaan pakaian adat sembahyang yang sedikit mengikuti era modern pada saat ini. menurut saya kedua contoh itu merupakan perilaku modern masyarakat bali dalam upacara di bali. sebagai contoh kecil adalah pajegan yang notabene nya adalah persembahan atau suguhan atau bisa disebut dengan sesajen untuk mensyukuri hasil bumi yang telah diberikan. yang biasanya hanya terdapat hasil alam berupa buah-buahan, seiring perkembangan jaman, pajegan pun berisi macam-macam makanan seperti kue bolu, coklat, donat, dan sebagainya. itu menunjukkan moderneisasi dalam hal persembahan. menurut saya, maksud dan tujuan nya mungkin untuk membuat sesajen terlihat menarik. disini mungkin masuk ke dalam sisi seni dari pajegan itu sendiri yang dibuat lebih modern, tanpa mengurangi nilai ritual itu sendiri. kemudian dari sisi berpakaian. tidak di pungkiri era modernisasi ini membuat banyak sekali perubahan dalam hal busana adat. dalam konteks ini adalah pakaian sembahyang. modifikasi-modifikasi pakaian sembahyang belakangan ini tidak dipungkiri lagi adalah dari setiap individu untuk tetap terlihat menarik saat berbusana. tanap mengurangi nilai dari ritual upacara sendiri. jadi, era globalisasi ini sangat sedikti tidaknya mempengaruhi kultur budaya Bali itu sendiri, walaupun tidak merubah nilai dari budaya itu sendiri. Terimakasih

    ReplyDelete
  68. Nama : kadek wasu bayu sentana
    Nim : 013.01.1.1.040
    Kelas : manajemen reguler sore
    Dalam artikel ini sya memeiliki pendapat bahwa Orang Bali yang beragama Hindu memang tidak bisa lepas dari upacara dan upakara. Banyaknya batu yang dijadikan simbol perwujudan Beliau yang sangat dipercayai oleh umat Hindu turun temurun memang tidak bisa digantikan. Tradisi-tradisinya sangat beranekaragam bentuk dan pelaksanaannya yang sekiranya bisa menarik rasa penasaran orang luar untuk sekedar datang dan ikut menikmati keindahannya lewat jepretan kamera. Patutnya bangga dengan kondisi ini, semestinya dengan harta warisan yang kita miliki ini wajib hati kita tertuntun untuk mempunyai rasa yang tinggi agar tetap mempertahankannya, tetap menjaga keajegannya dan tetap menjaga keasliannya meskipun kita tidak bisa melepaskan diri dari globalisasi.
    Berkaitan dengan hubungan Upacara, Budaya, dan Ekonomi, disini sangat erat kaitannya sbagai bisnis yang sangat besar dan sudah dilakukan oleh orang Bali sendiri. Banyak uang yang berputar ketika orang Bali melaksanakan Upacara, seperti banyaknya bahan-bahan yang harus dibeli untuk keperluan upacara. Selain itu juga dalam pelaksanaan Upacara secara tidak sengaja akan menjadi daya tarik wisatawan sebagai tontonan yang mendatangkan income lebih besar dari biaya yang digunakan untuk upacara. Disini kita harus jeli dalam melihat sisi lain dari Upacara yang dilakukan orang Bali, secara tidak langsung orang Bali telah memajukan perekonomian dengan adanya Budaya yang dimiliki. Agar lebih ditekankan dalam penggunaan sarana untuk upacara diharapkan menggunakan produk lokal yang telah dimiliki.
    Sebagai generasi penerus kita harus lebih mengenal Budaya yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi dan masih bertahan sampai saat ini untuk terus melestarikannya agar kita tidak kehilangan sebuah identitas.

    ReplyDelete
  69. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  70. PUTU DINA HANDAYANI
    013.01.1.1.033
    REGULER SORE

    menurut ssaya maslaah sakral atau tidaknya bagi sama sama saja
    karena bagi saya masalah upacara itu kan memerlukan sesajen.. dan seperti yang saya ketahui dimasing masing banten yang dihaturkan kepada dewa dewi yang disembah masyarkat semuanya memakai sesajen kusus .
    seperti contoh misalkan di dewa hyang saya drumah harus isi sesajen banten sperti tumpeng,,, nah benda itu tetap saya haturkan namun masalah jeruk sunkis pernah saya menghaturkan juga namun bagi saya itu hanya lah sesajen tambahan saja agar kelihatan menarik banten yang dibuat, Dalam menghadapi hal dan perubahan tersebut maka seharusnya orang Bali harus menemukan kembali identitas dirinya untuk membangun pijakan budaya yang kuat. Tuntutan penguatan budaya itu, bahkan kini semakin relevan di tengah guncangan globalisasi. Tanpa penguatan kebudayaan, orang Bali akan kehilangan kekuatan untuk mempertahankan jati dirinya dalam menghadapi penetrasi budaya global yang begitu ganas. Sementara itu, budaya tidaklah statis, tetapi dinamis dan terbuka untuk perubahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman.

    ReplyDelete
  71. Nama : Kadek Dedi Kerta Sujaya
    NIM : 12.01.1.1.1061
    Semester : VI (enam)
    Kelas : Reguler Sore

    Menanggapi artikel singkat perilaku modern manusia upacara bali, menurut saya Agama sebagai wajah dari perjalanan hidup manusia, tidak akan lepas dari upacara atau ritual. Dalam hal ini, identitas dari pemeluknya akan tergambar dengan sangat jelas di wilayah ritual tersebut. Upacara merupakan pula bentuk akhir dari segala pemahaman filsafati adi luhung tentang keMahaKuasaanNya, sebagai bentuk ucapan terima kasih, sebagai persembahan, sekaligus sebagai permohonan keselamatan dan sebagainya.
    Manusia pun tidak bisa lepas dari upacara, jka ia memang mengerti tentang kewajibannya. Dan di jaman modern ini, yg notabene tidak bisa tidak lepas dari sisi ekonomi, maka kecendrungan untuk menjadi manusia yg hedonis, manusia yg konsumtif dan homo homoni lupus (manusia makan manusia) adalah sebuah keterprosokan sendiri oleh perkembangan jaman.Seperti pula yg diketahui kebutuhan pokok dibagi menjadi tingkatan tingkatan. Primer yang utama (sandang papan pangan), sekunder, tersier dan kuarter. Pada jaman moderintas ini, maka disebutkan pengeluaran upacara akan cenderung dikatakan kebutuhan tersier (sukarsa). Jadi dapat disimpulkan upacara akan menjadi barang atau kejadian yg dilkukan setelah kebutuhan primer sekunder dipenuhi.
    Agama hindu sendiri, memandang upacara sebagai bagian tiga kerangka hindu. Yaitu tattwa atau filsafat, susila etika, upacara. Lalu dasar dari upacara itu dilaksanakan adalah bahwa manusia lahir memiliki tiga hutang. Tri rna, dewa rna hutang kepada tuhan karena diberikan kesempatan hidup, pitra rna hutang kepada leluhur yang telah meninggalkan segala kebaikan mereka saat hidup, serta rsi rna hutang kepada guru yg memberikan pembelajaran menjalani kehidupan. Karena kelahiran dengan tiga hutang itu, maka panca yadnya adalah jawaban unuk membayarnya dalam kehidupan. Panca yadnya yaitu dewa, pitra, rsi, manusa, bhuta yadnya. Melalui kesadaran diri, maka kewajiban itu akan terbayarkan selama hidup ini. Jadi makna upacara bagi umat hindu adalah sangat penting sampai akhir kehidupan.

    ReplyDelete
  72. Nama : Ni Luh Ana Hanityasari
    Nim : 12.01.1.1.1055
    Ekonomi Manajemen/Reg. Sore
    Semester VI

    Dari artikel prilaku moderen manusia upacara bali , menurut pendapat saya memnag ada sedikit perubahan yang terjadi pada budaya bali , kemungkinan besar perubahan tersebut dipengaruhi oleh kemajuan zaman yang semakin lama semakin modren. Upacara upacara di bali memang sakral adanya, kesakralan bagi umat hindu adalah hal yang utama. Upacara juga merubakan suatu sesajen untuk para leluhur maupun butha kala jadi tidak ada salahkan apabila yang kita haturnya itu buah import. Karena buah import pun merupakan hasil bumi yang harus kita syukuri. Maksud dan tujuan menggunkan buah import agar sesajen terlihat menarik. Namun menurut saya, alangkah baiknya yang kita haturkan adalah buah lokal yang ada di bali misalnya manggis, mangga, salak, jeruk kintamani dan sebagainya. Disisi lain dapat juga kita jumpai bahwa, upacara upacara yang diadakan di bali juga akan mengadakan lomba gebogan ataupun pajegan yang mendorong masyarakat aagar kembali menggunakan buah lokal. Dari sisi cara berpakaian, sudah banyak perubabahan yang dibebabkan karen era globalisasi dan dari masing-masing individu orang bali. Sebagain besar mereka memilih menggunakan pakaian adat modifikasi. Secara agama dapat saya lihat kurang adanya keetisan berbusana dalam pelaksanaan persembhyanagn. Sehingga dari situlah kita dapat nilai bahwa orang bali masih tetap ingin mempertahankan budaya bali walaupun banyak masih banyak aktor aktor yang berperan mensukseskan bali. Dan tidak akan merubah nilai budaya bali itu sendiri.

    ReplyDelete
  73. Nama : Made Yoko Darmastara Yasa
    Nim : 13.01.1.1.173
    Semester : Ampulen

    Komentar :
    Membicarakan budaya memang tidak akan ada habisnya, karena kita tidak bisa memungkiri arus globalisasi begitu kuat hingga menyentuh segala aspek kehidupan. Salah satunya fashion. Mungkin telah kita ketahui bersama fashion orang bali khususnya wanita sedang menjadi sorotan, hingga menimbulkan polemik dan akhirnya melahirkan peratutan yang lebih jelas mengenai bagaimana aturan berbusana ke Pura yang baik dan benar. Namun masih saja ada yang melanggar, dengan hanya menggunakan kebaya sebatas lengan dan kamben yang belahannya di atas lutut, wanita bali melenggang ke Pura. Ironis memang, di tengah gencarnya upaya mengurangi pelecehan seksual tapi justru hal-hal yang memancing kejahatan tersebut semakin marak dipertontonkan, ibarat ketika masyarakat kita berteriak banjir tapi justru semakin banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan.
    Timbul pertanyaan, apa sebetulnya budaya itu? Apa budaya hanya sebatas wacana yang mulai kehilangan makna yang sebenarnya, digerus oleh perkembangan jaman. Meskipun memang budaya memiliki arti yang luas, tapi budaya identik dengan tradisi yang tradisonal. Tapi kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan globalisasi karena kita adalah bagian dari globalisasi itu sendiri, tanpa globalisasi kita akan jadi manusia yang primitif dan kerdil. Berangkat dari pengalaman tersebut, sudah menjadi tugas dan kewajiban kita bersama untuk bagaimana agar budaya itu tetap membudaya di tengah-tengah masyarakat kita. Dengan memulai dari hal paling sederhana dan memulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu. Bagaimana mengupayakan budaya tradisional itu tetap ajeg di tengah maraknya kelahiran budaya-budaya baru yang lebih modern.

    ReplyDelete
  74. Nama : Luh sri Budiani
    Nim : 12.01.1.1.1057
    Semester : VI B
    Reguler sore

    Komentar
    Saya menyetujui anggapan dari saudara yoko darmasastra bahwa budaya memang tidak akan ada habisnya seiring dari perubahan eraglobalisasi akan tetapi kembali dari diri kita sendiri bahwa kebudayaan orang bali kususnya di buleleng tidak akan mengalami perubahan tergantung dari diri kita sendiri oleh sebab itu kita orang bali seharusnya sayang akan bali,baik adat istiadat,kebudayaan bali ikut serta memelihara tata cara yang ritual dan skral.menjadikan dewata kehidupan kita,jangan pernah mengganggap bahwa kebudayaan bali yang sakral sama dengan agama lain karena di bali yang dominan agama hindu merupakan nenek moyang penguat dan daya tarik keindahan bali dilihat dari segi sembahyang sesejan dan kebudayan gotong royong dalm bermasyarakat atau istilahnya menyame beraye,jangan pernah orang bali asli yang beraga hindu tergeser dengan agama lain.banyak yang kita lihat sekarng bukan lagi orang yang beragama hindu menjual banten dan mencari nafkah di pnggiran danau sebagai pedagang melainkan penduduk muslim yang rela meninggalkan tanah kelahirannya di jawa atau tempat lain demi mengais rejeki untuk perubahan hidupnya,bahkan pedagang bakso dari tanah jawa mampu mebeli secarik tanah karena berjualan balso sedangkan
    kita asli bali menjual tanah untuk membeli semangko bakso.kenapa hal ini mulai banyak terjadi adakah orang bali tidak sayang dengan bali,apakah orang
    bali malu berjualan atau berdagang menjadi tukang bakso ditanah kelahiranya.bagaimanakah kebudayaan bali akan trus menjadi hidup jika tidak ada yang sayang bali lagi

    ReplyDelete
  75. I KOMANG DARMAYASA
    13.01.1.1.038
    SEMESTER 6
    REGULER SORE

    Menurut saya Agama Hindu dan kebudayaan Bali, merupakan kesatuan yang membentuk identitas manusia Bali. Namun demikian, gempuran budaya global yang serta merta berpengaruh pada perubahan orientasi masyarakat Bali menempatkan manusia Bali dalam kegamangan identitas. Oleh karena itu direkomendasikan beberapa alterrnatif untuk menggugah kembali kesadaran orang Bali terhadap identitas dirinya, sebagai berikut.
    (1) Wacana Ajeg Bali sebagai wacana yang populer belakangan ini, harus mendapatkan maknanya sebagai upaya penguatan identitas diri manusia Bali. Di samping itu, Ajeg Bali harus mendapatkan makna praktisnya sebagai strategi kebertahanan masyarakat lokal terhadap masuknya kebudayaan asing, baik yang disebabkan oleh kepariwisataan atau derasnya arus pendatang. Oleh karena itu diperlukan keberanian masyarakat Bali untuk menjaga parahyangan, pawongan, dan palemahan Bali dari serbuan investor dan pertumbuhan penduduk urban. Tentunya dengan cara-cara yang diplomatik dan jauh dari kesan kekerasan.
    (2) Dalam konteks keberagamaan, masuknya berbagai aliran keagamaan dari luar Bali perlu mendapatkan perhatian dari lembaga-lembaga berwenang dan juga pemerintah. Hal ini diperlukan agar kelompok-kelompok tersebut justru menghasilkan sesuatu yang kontraproduktif dalam masyarakat. Perlu ditegaskan kembali bahwa keberadaan desa pakraman di Bali telah cukup mapan sebagai wadah berlangsungnya aktivitas keagamaan Hindu Bali. Oleh karena itu, aktivitas keagamaan yang tidak dapat diterima oleh krama desa pakraman semestinya tidak diizinkan untuk memasuki wilayah desa pakraman. maslaah sakral atau tidaknya bagi sama sama saja
    karena bagi saya masalah upacara itu kan memerlukan sesajen.. dan seperti yang saya ketahui dimasing masing banten yang dihaturkan kepada dewa dewi yang disembah masyarkat semuanya memakai sesajen kusus .
    seperti contoh misalkan di dewa hyang saya drumah harus isi sesajen banten sperti tumpeng,,, nah benda itu tetap saya haturkan namun masalah jeruk sunkis pernah saya menghaturkan juga namun bagi saya itu hanya lah sesajen tambahan saja agar kelihatan menarik banten yang dibuat, Dalam menghadapi hal dan perubahan tersebut maka seharusnya orang Bali harus menemukan kembali identitas dirinya untuk membangun pijakan budaya yang kuat. Tuntutan penguatan budaya itu, bahkan kini semakin relevan di tengah guncangan globalisasi. Tanpa penguatan kebudayaan, orang Bali akan kehilangan kekuatan untuk mempertahankan jati dirinya dalam menghadapi penetrasi budaya global yang begitu ganas. Sementara itu, budaya tidaklah statis, tetapi dinamis dan terbuka untuk perubahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman.

    ReplyDelete
  76. I KOMANG DARMAYASA
    13.01.1.1.038
    SEMESTER 6
    REGULER SORE

    Menurut saya Agama Hindu dan kebudayaan Bali, merupakan kesatuan yang membentuk identitas manusia Bali. Namun demikian, gempuran budaya global yang serta merta berpengaruh pada perubahan orientasi masyarakat Bali menempatkan manusia Bali dalam kegamangan identitas. Oleh karena itu direkomendasikan beberapa alterrnatif untuk menggugah kembali kesadaran orang Bali terhadap identitas dirinya, sebagai berikut.
    (1) Wacana Ajeg Bali sebagai wacana yang populer belakangan ini, harus mendapatkan maknanya sebagai upaya penguatan identitas diri manusia Bali. Di samping itu, Ajeg Bali harus mendapatkan makna praktisnya sebagai strategi kebertahanan masyarakat lokal terhadap masuknya kebudayaan asing, baik yang disebabkan oleh kepariwisataan atau derasnya arus pendatang. Oleh karena itu diperlukan keberanian masyarakat Bali untuk menjaga parahyangan, pawongan, dan palemahan Bali dari serbuan investor dan pertumbuhan penduduk urban. Tentunya dengan cara-cara yang diplomatik dan jauh dari kesan kekerasan.
    (2) Dalam konteks keberagamaan, masuknya berbagai aliran keagamaan dari luar Bali perlu mendapatkan perhatian dari lembaga-lembaga berwenang dan juga pemerintah. Hal ini diperlukan agar kelompok-kelompok tersebut justru menghasilkan sesuatu yang kontraproduktif dalam masyarakat. Perlu ditegaskan kembali bahwa keberadaan desa pakraman di Bali telah cukup mapan sebagai wadah berlangsungnya aktivitas keagamaan Hindu Bali. Oleh karena itu, aktivitas keagamaan yang tidak dapat diterima oleh krama desa pakraman semestinya tidak diizinkan untuk memasuki wilayah desa pakraman. maslaah sakral atau tidaknya bagi sama sama saja
    karena bagi saya masalah upacara itu kan memerlukan sesajen.. dan seperti yang saya ketahui dimasing masing banten yang dihaturkan kepada dewa dewi yang disembah masyarkat semuanya memakai sesajen kusus .
    seperti contoh misalkan di dewa hyang saya drumah harus isi sesajen banten sperti tumpeng,,, nah benda itu tetap saya haturkan namun masalah jeruk sunkis pernah saya menghaturkan juga namun bagi saya itu hanya lah sesajen tambahan saja agar kelihatan menarik banten yang dibuat, Dalam menghadapi hal dan perubahan tersebut maka seharusnya orang Bali harus menemukan kembali identitas dirinya untuk membangun pijakan budaya yang kuat. Tuntutan penguatan budaya itu, bahkan kini semakin relevan di tengah guncangan globalisasi. Tanpa penguatan kebudayaan, orang Bali akan kehilangan kekuatan untuk mempertahankan jati dirinya dalam menghadapi penetrasi budaya global yang begitu ganas. Sementara itu, budaya tidaklah statis, tetapi dinamis dan terbuka untuk perubahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman.

    ReplyDelete
  77. I gede sukayasa
    12.01.1.1.1069
    semester 6
    Reguler sore


    Budaya bali sangat di kenal oleh dunia. Bali yang mrmiliki adat budaya yang berbeda ini sangat di minati oleh orang luar. Tetapi tidak itu saja, bali juga sangat indah akan keindahan wisatanya. Tetapi budaya orang bali sangat dikenal dengan budyanya yang spritual. Hampir stiap hari atou stiap saatborang bali melalukan upacara. Uapacara di bali sangat memerlukan dana yang besar kalau di lihat oleh selain umat hindu orang bali seering juga di sebuat membuang-buang uang tetapi bagiborang bali dari melakukan spritual itu dia akan memproleh hasil yang lebih nantinya.
    Namun dengan seiringnya jaman yang semakin maju orang bali melupakan budaya dan adat istiadatnya bnyak yang tidak peduli atou acuh tak acuh dengan budayanya sendiri. Jika ini terjadi terus menerus oleh orang bali maka bali tidak akan di kenal lagi malahan akan di kenang untuk selamanya. Maka dari itu kita sebagai orang bali harus menjaga dan melestarikan kebudyaan ini yang kita miliki jangsn sampai orang luar merusak kebudayaan kita. Jangan hanya wacana semata kita menjaga bali tetapi kita hrus terapkan apa yang kita inginkan untuk memajukan bali ke arah yang lebih baik dan bagus. Jangan sampai bali yang sering di sebut seribupura akan hilang.

    ReplyDelete
  78. Nama: made dyan rukmana sari
    Nim : 13.01.1.1.050
    Reguler sore
    Semester 6

    Dalam setiap bangsa dipastikan memiliki adat dan kebudayaannya masing-masing. Untuk itu, mereka memiliki kewajiban untuk melestarikan dan mengimplementasikan segala adat dan kebudayaannya tersebut secara sungguh-sungguh. Demikian halnya dengan adat dan kebudayaan yang ada di Pulau Bali yang hingga kinipun masih dipegang teguh secara konsisten oleh masyarakatnya.

    Adat dan kebudayaan yang ada pada masyarakat Bali sangat erat kaitannya dengan agama dan kehidupan relijius masyarakat Hindu. Keduanya telah memiliki akar sejarah yang panjang dan mencerminkan konfigurasi ekspresif dengan dominasi nilai dan filosofi relijius agama Hindu. Dalam konfigurasi tersebut tertuang aspek berupa esensi keagamaan, pola kehidupan, lembaga kemasyarakatan, maupun kesenian yang ada didalam masyarakatBali. Secara keseluruhan masyarahat orang bali kebanyakan menganut agama hindu, agama yang sakral adat dan kebudayannya sangat di yakini oleh masyarakat bali. Pola kehidupan masyarakat Bali sangat rigid dan terikat pada norma-norma baik agama maupun sosial. Dalam konteks norma agama misalnya, setiap pemeluk Hindu Bali wajib untuk melaksanakan sembahyang atau pemujaan pada pura tertentu diwajibkan pada satu tempat tinggal bersama dalam komunitas, dalam kepemilikan tanah pertanian diwajibkan dalam satu subak tertentu, diwajibkan dalam status sosial berdasarkan warna, pada ikatan kekerabatan diwajibkan menurut prinsip patrilineal. Namun itu semua bakalan hancur karena jika masyarakat bali tidak akan bisa menjaga dan melsetarikat kebudayaan itu jika masayarakat bali mengikuti gaya hidup masyarakat luar. Dan bahkan bali yg dulu sakral bakalan ilang karena tempat-tempat yg sakral di bali akan di bangun pemukiman elit atau hotel yg mengakibatkan ke skralan di bali akan hilang. Maka dari itu kita sebagai generasi penerus harus menjaga bali ini agar selalu di kagumi bukan di kenang. Jangan kita sebagai msayarat bali menghancurkan bali ini yang berlimbang ke agungan alam semesta ini.

    ReplyDelete