Tuesday, October 21, 2014

GETIH GETAH, BALI DAN SANG PRESIDEN



Berawal dari ke-otonoman Cok Putu sebagai individu hingga munculnya agama dan negara. Ia berurat berakar dalam sistem transisi tertutup menuju konsolidasi terbuka. Bahwa, politik identitas (pencarian ideologi) adalah pemersatu yang ada di otak, ekonomi ada di mulut, budaya ada di jantung dan kontrol ada di alat kelamin. Rasanya, tidak sulit mencari jawaban, Ia maunya apa?.

1 comment:

  1. ''Beginilah ungkapan telapak kaki kepada sang kepala''
    Nampaknya jutaan rakyat sudah merasakan dampaknya. Mereka seakan sekarat. Tak mampu lagi menghadapi kehidupan sehari-hari. Beban hidup semakin berat. Menghimpit. Harga-harga kebutuhan pokok melangit. Tak terjangku lagi.Sedangkan penghasilan mereka tak bertambah. Malah cenderung terus menurun. Digerus inflasi. Padahal harga MIGAS belum naik. Dampak Keegoisan Negara Ibu-ibu mengeluh. Ke pasar tak dapat lagi membeli barang-barang kebutuhan pokok mereka. Karena harga-harga sudah tidak lagi dapat terjangkau. Mereka hanya berkeliling melihat barang-barang di pasar. Sambil sekalli-kali menawar dagangan di pasar. Uang yang mereka bawa tak lagi dapat digunakan memenuhi kebutuhan mereka. Orang-orang miskin di perkotaan dan desa semuanya menjerit. Mereka bingung menghadapi hidup mereka. Tiba-tiba berubah. Tidak pernah menyangka bakal menghadapi seperti ini. Mereka tidak dapat lagi berpikir dengan logis. Mereka diliputi perasaan takut. Bagaimana mereka dapat bertahan hidup. Bagiamana masa depan anak-anak mereka? Penuh dengan tanda tanya. Pedagang asongan, kuli bangunan, tukang ojek, pedagang kecil, buruh migran, buruh tani, nelayan, pegawai rendahan, dan orang-orang miskin serta jelata lainnya, selanjutnya akan menghadapi hari-hari yang penuh dengan ketakutan. Ketakutan menghadapi kehidupan mereka mendatang. Orang-orang miskin dan jelata tak lagi yang melindungi mereka. Pemerintah yang mempunyai kewajiban melindungi dan mensejahterakan mereka, justeru membenamkan mereka kedalam kesengsaraan. Kesengsaraan yang amat sangat. Bukan lagi mengentaskan nasib mereka yang sudah lama terbenam dalam kemelaratan. Tetapi justeru pemerintah membenamkan mereka ke dalam dasar kehidupan yang lebih sengsara lagi. Kenaikan MIGAS di awal tahun ini pasti akan menghancurkan kehidupan rakyat miskin yang jelata. Pemerintah yang dipimpin President dan mendapat dukungan Partai-Partai nampaknya tak akan menghalangi pemerintah menaikkan MIGAS. Partai-partai yang menjadi pendukung pemerintah, memberikan dasar legitimasi pemerintah menaikkan harga MIGAS. Alasannya kenaikan MIGAS sebuah keniscayaan. Karena beban subsidi MIGAS sudah memberatkan anggaran APBN. Jumlahnya sudah mencapai Rp 120 triliiun. Pemerintah tidak mempunyai opsi (pilihan), kecuali satu-satunya hanya dengan cara menghapus subsidi, yang selama ini dinilai dinikmati oleh kalangan berduit. Pemerintahan ingin mengalihkan subsidi yang selama ini dinikmati oleh orang kaya, justeru akan dialihkan peruntukannya kepada orang-orang miskin. Tetapi ini hanyalah cerita dari pemerintah. Selama ini rakyat miskin yang jelata tidak pernah langsung menikmati pengalihan penghapusan subsidi MIGAS. Sebaliknya rakyat miskin yang jelata itu, hanya menerima dampaknya yang sangat menghancurkan kehidupan mereka. Kehidupan mereka akan menjadi porak-poranda, sebagai akibat kenaikan MIGAS. Orang-orang kaya tidak pernah mengeluhkan kenaikan MIGAS. Justeru yang menjadi korban pertama kali akibat kenaikan MIGAS adalah orang-orang miskin di perkotaan dan di desa. Sekarang pun harga MIGAS belum naik, malah harga-harga kebutuhan pokok rakyat sudah naik. Rata-rata diatas 30 persen. Malah beberapa kebutuhan pokok lebih 30 persen kenaikkannya. Sungguh sangat memprihatinkan nasib rakyat miskin yang jelata. Pemerintahan yang berideologi “neolib” dan lebih cenderung membela kepentingan orang-orang kaya dan kaum pemilik modal, dan pro-pasar. Di bandingkan membela kepentingan rakyat jelata. Karena itu pilihan menaikan harga MIGAS itu, hanyalah menunjukkan watak dasar dari pemerintahan yang memang tidak berpihak kepada rakyat. Pemerintahan yang didukung partai-partai , tak menepati janjinya mereka, yang ingin mengubah kehidupan rakyat dan mensejahterakan rakyat. Justru di masa pemerintahan, kehidupan rakyat jelata semakin susah dan memilukan. Inilah bukti pemerintahan ini tidak pro-rakyat.

    ReplyDelete